Karena suatu saat nanti mungkin kau juga akan sampai pada puncak kesabaranmu dalam menjalani hidup bersamaku. Karena suatu hari nanti mungkin kau juga akan mulai menyerah dan membiarkan semuanya menjadi berantakkan tak terkira. Karena suatau hari nanti mungkin kau akan tidak lagi mempedulikanku.
Aku mengerti lelahmu. Maka aku tidak lagi membenani semua pekerjaan itu ke pundakmu. Aku juga membantu. Memasak untuk bekalmu, karena aku tahu kita harus berhemat. Mencucikan pakaianmu dan sebisa mungkin menyetrikanya dengan rapih. Terkadang, aku juga memikirkan bagaimana membuat olahan makanan yang mampu membuatmu senang. Maka ketika giliranmu adalah mencucikan peralatan masak yang telah kotor karena kugunakan untuk memasak, bukankah itu tidak sulit? Karena aku juga yang mulai menyiapkan bekal makanan untuk kau bawa ke kantor. Tidak, aku tidak mengeluh. Atau bukan juga mencoba mencari keadilan. Aku hanya mengharapkan sedikit pengertian dan perhatianmu. Akan lelahku juga.
Karena aku tahu bahwa kau juga bersusah payah ketika harus mengejar angkutan umum untuk bekerja. Apalagi harus mengkonsumsi bekal dari hasil masakanku yang tidak seberapa enaknya. Kadang keasinan, kadang tidak ada rasanya. Atau bahkan mungkin tidak bisa kau terima dengan lidahmu, tapi kau telan juga karena ingin membuatku menyangka bahwa kau menyukai masakanku.
"Aku merasa kau tidak senang menghabiskan waktu bersamaku."
Karena ketika kau meninggalkanku, aku merasa kau melupakanku. Aku memang tidak seperti ayahmu yang selalu mampu menyita perhatianmu. Ayahmu yang sepertinya belum bisa menerima bahwa anak kesayangannya yang paling besar, laki-laki satu-satunya, sekarang sudah berkeluarga. Bahwa kemungkinan untuk mendapatkan perhatian sebesar dulu adalah hal yang harus ia terima dengan lapang dada. Alih-alih malah membuatmu pusing dengan tingkah lakunya yang seperti anak kecil. Aku seperti anak kecil. Sedikit-sedikit akan merajuk. Lalu akan mudah sekali menjadi diam karena terlanjur kesal, dan mungkin marah. Tapi setidaknya aku memiliki hak atas area itu. Karena aku istrimu, orang yang harus kau dahulukan selain ibumu.
Kau akan pergi, dan itu seringkali membuatku harus terjaga sampai larut. Lalu kau hanya akan diam, seolah-olah aku tidak peduli jika kemudian kau akan menceritakan mengenai urusanmu sampai harus membuatku terjaga demikian larut. Menunggumu. Karena aku mengkhawatirkanmu. Juga karena aku kesepian. Kau kan tahu aku sudah sendiri. Aku tidak memiliki orang tua lengkap sepertimu yang begitu peduli padamu. Atau ayah yang rewel seperti ayahmu. Aku tidak iri. Hanya ingin kau tahu posisiku. Kekosonganku di ruangan yang tidak nyaman itu.
Awalnya futsal. Aku tidak keberatan karena biasanya tidak memerlukan waktu lama. Aku tidak perlu cukup lama dalam perenungan dan kesepianku. Lalu mulai dengan kegiatan lainnya di tengah minggu.
"Sepertinya kau memang tidak senang terjebak di posisimu denganku"
Karena bagaimanapun sayang, kau tidak akan repot mengiyakan ajakan siapapun yang kau anggap temanmu, lalu kemudian dengan mudahnya melupakanku dengan berlarut-larut dengan mereka. Aku tidak perlu alasanmu. Juga sepertinya kau lupa bahwa kita harus berhemat. Aku juga bosan dengan makanan yang telah disediakan setiap harinya dengan rasa yang tidak karuan di lidahku. Tapi kita harus berhemat. Setidaknya karena menyadari kapal keuangan kita tengah limbung bukan?
Akupun tengah mempertaruhkan posisiku disini. Bagaimana aku berusaha untuk tidak melulu datang terlalu telat. Suatu hari nanti mungkin aku akan ditegur juga karena terlalu sering datang melebihi dari kantor yang telah disepakati semula. Meskipun walau sejujurnya, seperti peraturan perusahaan ini, bila kau datang pagi maka kau berhak pulang lebih awal. Tetapi departemen ini berbeda. Adalah haram hukumnya pulang lebih awal jika tidak ada keperluan mendadak. Dan aku telah berulang kali dalam berturut-turut datang telat melebihi sembilan puluh menit dari (mungkin) lima belas sampai tigapuluh menit yang di toleransikan.
"Makanya tidur jangan malem-malem"
Seringnya mungkin kau mendengar selorohan itu dari mulutku. Ketika hampir mendekati tengah malam kau belum juga terpejam. Bahkan membersihkan badanmu saja juga belum. Malah masih sempat memikirkan untuk main Playstation kesayanganmu itu. Aku tentu tak masalah jika saja keesokan paginya ketika bangun kita tidak harus tergopoh-gopoh karena telat. Atau aku harus mengeluh sakit kepala, juga kau, karena bangun dengan kaget, atau mungkin juga karena kurang tidur. Dan itu akan membuatmu mengeluarkan harga ekstra untuk sekadar membayar tukang ojeg agar kau tidak terlalu kesiangan sampai kantor.
Aku ingin mengeluh, karena kadang kau membuatku tidak mengerti. Bagaimana mungkin kau tidak memperhatikanku yang kerepotan didapur memasak masakan untuk kau makan dan mungkin saja keesokannya akan kau bawa untuk bekal. Lalu ketika aku sibuk mengucek pakaian dan berpeluh di ruangan sempit itu. Padahal aku juga memiliki kelelahan yang mungkin sama sepertimu. Kerjaanku menumpuk, dan aku harus bisa membagi waktu dengan pekerjaan ketika tiba dirumah. Agar aku tidak harus mengalami sakit kepala, bahkan sakit perut ketika ingin sekadar beristirahat dan memejamkan mata.
Jadi, sayang.. sampai kapan kau akan bertahan denganku? Jika aku mulai kelelahan dan kepayahan dalam menjalani hidup ini. Sampai kapan kau akan bertahan denganku? Jika aku mulai tak mampu lagi bertoleransi dengan emosiku. Mungkin saat itu kau juga akan mengesampingkan toleransimu padaku.
Jadi sampai kapan, sayang..?
Source |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar