Selasa, 22 Mei 2012

H-5

Di kosan saya dulu, saya harus keluar kamar bila hanya sekadar untuk mengambil air minum, ataupun memasak makanan. Karena letak dapur yang berada di luar kamar. Dengan kamar cukup luas dan perabotan cukup memadai untuk harga yang juga cukup menyesakkan saya setiap bulannya, saya merasa kurang nyaman dengan batas wilayah itu. Dapur yang digunakan bersamaan dengan penghuni kos lain yang kurang perhatian terhadap barang yang bukan miliknya merupakan salah satu yang membuat saya kesal sesekali. Karena beberapa peralatan memasak saya jadi rusak karena ada penghuni yang seenaknya. Bukankah seharusnya mereka merawat barang yang bukan miliknya bila mereka ingin meminjam untuk digunakan? Susahnya menakar kesadaran diri terhadap toleransi kepada orang lain.

Sewaktu mau keluar dari kos-kosan, saya sebenarnya agak beart juga. Kosan itu hanya 20 menit dari kantor saya. Apalagi Mbak Mimin, yang jaga kos-kosan itu juga baik. Ia rajin merawat dan membereskan kamar kos saya setiap kali saya pergi ke kantor. Jadi jika saya pulang kantor, kosan itu sudah bersih lagi. Rasanya meninggalkan kos-kosan dengan segala kenyamanan itu agak berat. Apalagi kontrakan petak saya yang baru jaraknya hampir satu jam lebih ke kantor, belum kalau kejebak macet di sekitaran pinggir tol kebun jeruk. Saya malah jadi sering datang lebih telat dari biasanya sejak menempati kontrakan petak itu.

Pindah ke kontrakan petak yang saya cari semula adalah privasi. Tentunya dengan harga dua setengah kali lipat lebih murah dari kos-kosan, juga saya harapkan mampu membuat kantung keuangan saya tidak gampang limbung. Tapi keluar dari kosan itu artinya saya harus melepaskan semua kenyamanan dalam hal kepemilikan barang. Masuk ke kosan itu saya hanya membawa baju dan badan saja. Semuanya tersedia. Sementara pindah ke kontrakan petak membuat saya harus putar otak untuk membeli barang-barang penunjang untuk mengisi kontrakan itu. Saya membeli semuanya mulai dari kasur sampai peralatan dapur. Dan itu membuat kantung keuangan saya sempat minus seminus-minusnya. Saya harus cari pinjaman untuk menambal kantung keuangan saya. Tapi setidaknya saya jadi punya barang-barang sendiri sekarang.

Kontrakan itu memang hanya terdiri dari tiga ruangan. Dan ruangan-ruangannya tidak cukup besar untuk saya dapat leluasa mengatur barang-barang agar rapih dan efisien. Memang sampai sekarang masih belum rapih, karena dengan ruangan yang terbatas ternyata sulit mengatur barang-barang saya yang ternyata bila dilihat untuk ruangan sekecil itu jadi begitu banyak dan padat. Keresahan mulai melanda saya karena kontrakan petak itu ternyata hanya memiliki satu aliran listrik yang dibagi bersamaan dengan tiga pintu kontrakan lainnya. Itu artinya saya harus pintar-pintar mengatur aliran listrik yang akan saya gunakan atau saya akan membuat listrik menjadi mati jika alirannya terlalu berlebihan. Belum lagi aliran air yang terletak di luar pintu yang membuat saya harus sering bolak-balik keluar untuk sekadar menyalakan dan mematikan aliran air. Hal ini hampir sama dengan keadaan dapur yang ada di kosan saya yang lama. Bedanya, kali ini yang diluar adalah stacker listriknya. Karena peraturannya air tidak bisa dinyalakan dalam waktu lama, selesai pakai, ya harus matikan. merepotkan.

Ruangan ventilasi yang terbatas juga membuat kontrakan petak saya menjadi begitu sumpek. Setiap saat saya harus berada di depan kipas angin kecil saya hanya untuk menghindari pengap dan keringat yang akan mengucur karena udara yang panas. Belum lagi kondisi dapur yang demikian mungil. Manusia memang tidak pernah puas saya akui. Tapi jika kau menempati sebuah bangunan dimana banyak minus daripada lebihnya, apakah kau akan bertahan disana untuk waktuyang lama? Saya tidak mau selalu harus berkucur keringat setiap kali selesai memasak. Atau harus selalu ada didepan kipas setiap saat. Atau harus repot menggerunderl setiap kali tengah mandi lalu air mati karena ada yang mematikan di depan. Dan harus tergopoh-gopoh keluar kontrakan untuk sekadar menyalakan air. Atau yang lebih parah menghadapi banyaknya kecoa yang mulai lebih sering muncul. Belum lagi remahan beton yang tidak rapih yang harus memenuhi meja masak saya. Atau lagi setiap pagi mendengarkan musik yang selalu di setel dengan volume poll dengan musik yang tidak kalah poll noraknya. Saya rasa sudah cukup.

Maka saya sedikit berharap ketika melihat plang DIKONTRAKKAN terpampang di depan rumah mungil nan bersih itu, saya tentu langsung naksir. Gimana nggak, rumah itu terlihat bersih walau mungil, dan kelihatannya memang baru di renovasi. Maka saya mengusahakan untuk dapat menempatinya. Uang kontrak satu tahun yang hampir sepuluh juta membuat saya pusing tujuh keliling. Tapi saya menginginkan rumah itu. Saya ingin ada peningkatan. Setidaknya, lepas dari padatnya petakan dan bising, serta pengap, dan terutama keterbatasan tempat. Jadi.. saya hanya tinggal menunggu hari sampai masa kepindahan. Jadwalnya sih sementara rencana akan mulai pindah pada sabtu ini. Artinya.. H minus 5 menuju kepindahan. Can't wait!


Saya harus mulai mencari kardus untuk mulai perlahan packing, dan keribetan lainnya perlahan akan dimulai
Source




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...