Jumat, 27 April 2012

Dogma for this hot day

Saya hanya harus bertahan lebih lama lagi. Sedikit lagi.
Menghadapi semuanya dengan lebih tegar lagi. Lebih kuat lagi.
Menjalani semua ini dengan lebih sabar lagi. Lebih Bijaksana lagi.

Saya pasti bisa.
Ini hanya sebagian kecil dari apa yang akan saya dapat kemudian.
Mungkin hanya harus sedikit berangan. Bermimpi. Dan berharap.

Membenci kalian tak akan membuat semua ini menjadi lebih baik.  
Saya. Lebih baik. Dari. Kalian.



Pict from here

Senin, 23 April 2012

For your day today

Suatu hari kau akan mengerti
Bagaimana menerjemahkan sikapku
Yang membuatmu bingung
Mengesalkanmu sampai ke ulu hati
Memancing emosimu
Bahkan membuatmu menyalahkan diri sendiri

Suatu hati kau akan paham
Bagaimana mengartikan tingkahku
Yang selalu meninggalkan tanda tanya dihatimu
Mengombang ambing perasaanmu
Membuatmu merasa tak menentu

Suatu hari kau akan menerima
Bahwa aku memang seperti ini adanya
Tanpa caci di belakangku
Tanpa keluh kala ku tak dihadapanmu
Dan tanpa keputusasaan dalam menghadapiku

Bahkan suatu hari kau akan sempurna
Menghadapi semua dengan senyum
Bijaksana dalam mengelola peluh
Tak pernah putus memupuk harap optimis
Bahwa hidup, bukanlah sekadar memiliki
Tetapi hidup adalah belajar
Menerima, mencerna, dan mengelola

Bagaimanapun aku tahu
Kau hanya manusia biasa
Sempurna tentu tak akan pernah kau capai
Tapi harapan tentu tak boleh berhenti
Karena hidup adalah harapan yang harus ada
Sampai mata tertutup tuk selamanya
Amin.


Selamat ulang tahun,
Suamiku..



Tuhan, bantu aku sampaikan yang menjadi harapan dan doaku padanya
Pict







Ini hanyalah ungkapan dan doa dari seorang istri. Sederhana. Dan apa adanya.

Minggu, 22 April 2012

For one day

"One day.. you'll forget me."
"Kenapa?"
"It's just a feeling. One day.. I just feel i'll lose you."

...




Kau tahu bahwa hal itu perlahan menjadi kenyataan bukan, mister? Nyata-nyatanya aku memang membuatmu kehilanganku. Bahkan sebelum tali itu kau ikat erat pada takdirku. Aku pernah membayangkannya, dulu. Ketika impian memenuhi pikiran remajaku. Saat itu aku harus terbata menimpali gaya bicaramu yang bercampur baur dengan bahasa para wisatawan asing dari luar negeri. Tapi kau selalu menampilkan wajah teduh dan tatapan pengertian itu setiap kali aku merengut saat gemas mencerna kalimat amburadulmu.

"You don't get it, do you?"

Saat itu aku akan mengangguk saja, lalu berlalu. Memilih untuk melipir dari gebukan jantungku yang semakin menderu. Takut kalau-kalau kau mendengarnya. Aku tahu kau tidak mendengarnya, tapi kau merasakannya. Tapi aku dapat merasakan kau tersenyum dengan senyummu yang khas di belakangku. Mata biru dan bibir tipis itu menatapi langkahku perlahan, sebelum kemudian menghembuskan napas karena gemas. Lalu kau menyusulku. Berjalan menjejeriku.


...

"So.. will you wait for me, then?"
"Buat apa?"
"For one day you'll show that you love me."





Kaget karena kemiripannya, tetapi saya mengagumi Chuck Bass di serial ini :)
Pic from here



_____________
Saya masih tidak juga berani mencintainya karena ia terlalu sempurna di mata saya. Masih saja merasa ia terlalu jauh untuk saya. Masih juga merasa wanita itu adalah yang terbaik untuknya. Lagipula, ia seharusnya juga tahu bahwa saya tak mungkin bersamanya. Ah.. kenangan itu memang kemudian hanyalah kenangan. Entah kenapa tiba-tiba teringat dengannya. Tapi sejujurnya, saya mungkin memang tidak pernah mencintainya. :)

Sabtu, 21 April 2012

Di waktu Ashar

Aku tidak menangis kan Tuhan.
Ketika mengadukan kekecewaanku tentangnya. 
Aku juga tidak menangis kanTuhan.
Ketika mengetahui kebenaran menyakitkan itu.
Aku tidak menangis.
Setidaknya tidak saat aku tengah bersujud di waktu asharMu.
...


Saya memang tidak menangis. Setidaknya saya berhasil mengatasi sifat cengeng saya akhir-akhir ini. Juga tidak menangis ketika membalasi pesan singkatnya di perangkat komunikasi modern itu. Saya berhasil menahannya. Berhasil membuat genangan di pelupuk mata itu tetap disana, dan menguap bersamaan dengan udara. Saya tidak mengaliri pipi saya dengan lelehan hangat air mata. Tidak saat itu. 

Aku mungkin pembohong besar. Juga mungkin pemilik mulut manis yang mampu menipumu dengan buaian kata indah dan memabukkan. Tapi setidaknya aku tidak pernah sembarangan berjanji, kemudian ingkar. Aku juga tidak serta merta dengan mudahnya memamerkan senyum manis dan melemparkan kalimat syurga namun dalam hati merasa sebaliknya. Aku juga merasa tidak memiliki kemudahan untuk membeberkan keburukan orang lain tanpa dasar yang jelas. Bahkan aku berusaha melindungi diriku sendiri, serta orang-orang yang telah begitu menyakitiku dalam diamku. Aku. Tidak sama. Sepertimu.

Saya begitu kesalnya. Tetapi berusaha tetap tenang. Saya pikir saya berhasil mengalihkan kacau balau saya terhadap hal menyebalkan itu. Dengan bersikap santai. Sungguh saya ingin mencaci, dan meninjunya. Namun ia tidak akan merasa apapun kecuali hanya efek digigit semut bila menerima tinju saya. Maka saya meladeni semua kalimatnya yang begitu ringan mengalir dengan nada santai.

Ia menyebut saya ketus. Saya lebih memilih untuk menyebut sikap saya sebagai sikap menyerah. Mungkin masa bodoh. Tapi saya sudah muak dan sudah merasa cukup banyak menelan semua tingkah lakunya.

Aku menyayangimu. Maka aku memilih untuk menerima resiko dibencinya. Aku mencintaimu. Maka aku memilih untuk mengubur rasa sakitku dan berdiri disampingmu. Dan aku tidak akan kembali pada mereka maupun siapapun dari masa laluku.
Tapi yang kau lakukan malah demikian kerap tidak mengerti diriku. Bahkan juga ikut menyerangku atas kenyataan yang ku beberkan.

Saya sungguh lelah. Maka saya akan mulai bersantai saja menghadapi semua ini. Sesungguhnya apapun yang saya lakukan akan tidak menghasilkan apapun juga. Akan tetap begitu. Dan semua, harus kutelan mentah-mentah kembali. Sungguh lelah. Dan bodoh.

Mungkin ini salah satu alasan aku memilih menulis dan percakapan non verbal. Karena mengetahui kebenaran secara langsung itu lebih menyakitkan. Dan saya terlalu pengecut untuk mengalaminya. Saya sudah muak dengan sakit.

Dan ia malah menerima ajakan untuk bermain bulutangkis. Betapa menyebalkan. Tapi sudahlah. Saya mungkin memang pantas diperlakukan seperti ini.


Pict


Suatu hari di waktu ashar

Kamis, 19 April 2012

Teman saya hujan

Padahal baru saja membuat draft untuk postingan nanti malam karena khawatir waktu yang kebetulan ada ini akan segera menyingkir digantikan oleh kesibukan, ehhh.. malah ada tersisa beberapa waktu lagi untuk menulis.

Yak.. atasan saya kebetulan ada training hari ini sehingga ia tidak masuk, bukan berarti saya senang dengan keadaan ini. Tapi saya merasa saya juga perlu sedikit berleha-leha dikantor ini. Hujan pun sepertinya tengah ingin menemani saya menulis sore ini sehingga ia turun dengan begitu derasnya. Biasanya di ruangan saya ini tidak bisa mendengar hujan yang seadanya, tapi karena derasnya begitu lancar, saya jadi bisa mendengar bahkan merasakan aroma hujannya.

Petrichor.

Saya selalu menyukai hujan. Menyukai irama suaranya. Menyukai bau yang dihasilkan dari airnya yang menetesi bumi dengan hentakkannya yang kasar tanpa permisi. Apalagi kalau deras. Rasanya saya bisa menikmati irama rintik atau gerimisnya dalam suasana malas-malasan menjelang tidur. Setelah itu saya akan merasa damai. Hujan yang saya sukai bukan hujan yang disertai guntur dan kilat ya.. Kalau hujan seperti itu sih saya takut menikmatinya. Lebih baik meringkuk di balik selimut dan tidur. :p

Tetapi hujan juga kadang membuat saya sebal. Terutama bila ia datang ketika saya hendak berangkat ke kantor. Atau setiap kali saya membuatuhkannya untuk berdiam di balik awan yang cerah. Karena sejujurnya saya lebih menyukai hujan datang saat saya tengah sedih, maupun ketika saya tengah menikmati waktu santai saya. 

Teman saya pernah mencandai saya yang begitu menyukai hujan. Katanya bila menyukai hujan, hidup bisa jadi sedih. Karena hujan ibaratnya air mata langit. Kesedihan. Tapi saya tidak percaya. Walaupun mungkin
memang bisa jadi hujan adalah ibarat dari air mata, saya tetap merasa senang karena seperti memiliki teman. Paling tidak, bila artinya kesedihan, saya punya teman.

Jadi, hujan adalah teman untuk saya. Saya suka hujan, yang menemani saya di sela kesedihan saya. Karena hujan menyembunyikan tangis saya.



Rabu, 18 April 2012

My consequences

Bila saat itu kau bersamaku, tanpa ada tali takdir mengikat kita. Aku tak akan peduli. Sungguh terserah padamu mau bermain-main dengan siapapun di belakangku. Bahkan jika memang tabiatmu untuk selalu mampu bermanis dengan lain jenismu adalah yang mampu kulihat di depanku. Sungguh terserah padamu. Karena saat itu aku akan tahu bagaimana dirimu sebenarnya menghargaiku.

Tapi sayang, tentu kau harus mampu juga menjaga perasaanku. Manakala tali takdir telah mengikat kita. Menjadikan hidup kita saling menciptakan simbiosis mutualisme. Lalu saling mendukung dalam hubungan subtitusi tak tergantikan. Bukankah akan menjadi indah bila itu bisa sempurna. Kuharap itu juga ada dalam bayanganmu.

Dan aku akan menjadi seorang istri yang rewel dan memiliki rasa cemburu besar. Bukan tanpa alasan. Hanya saja, aku perlu menjaga perasaanku yang telah kau rantai dalam ikatan pernikahan bukan, suamiku? Maka ketika aku melihat lagi nama itu masih terkait denganmu. Bukankah wajar untukku merasa gelisah, juga kesal. Bahwa aku akan mengira kau mengharapkan keadaan tidak denganku. Bagaimana kau akan menghormati posisi dan menghargai keberadaanku bila aku  masih harus diingatkan oleh kenanganmu yang indah bersamanya?

Begitu banyakkah,
Kenangan indah itu?
Senyum dan tawa yang kau bagi dengannya yang tersimpan dalam memorimu?
Tukar kata kalimat penuh makna dan perasaan diantara kalian?

Baiklah aku mengalah saja. Ini hanya lima tahun. Tidak akan sebanding dengan usia kita yang hanya akan beranjang menempuh dua tahun. Mungkin memang terlalu singkat untukku menyingkirkannya. Maupun para pemanis masa lalumu sebelumku. Bagaimana mungkin aku bisa berharap terlalu banyak. Terserahmulah. Aku akan diam saja mulai sekarang. Mungkin tak akan lagi peduli kau akan menjalin kembali hubungan dengan siapapun dari masa lalumu yang indah itu. Bahkan bila namanya masih akan menempel di belakang namamu. Aku sudah lelah. Tenaga ini sebaiknya ku alihkan pada hal lain yang lebih menyenangkan hatiku.

Karena aku telah memilih konsekuensiku. Kau. Dan aku hanya harus menerimanya. Lagi. Seperti kisah-kisahku yang lain. Telan. Dan diam.

Menyedihkan bukan aku sekarang? Sendiri, dilanda kecemasan dan ketakutan. Juga kemarahan. Kesalnya!


Pic

Selasa, 17 April 2012

Mantra tidur

Sebagai orang yang mengaku gemar menulis dan tidak bisa hidup tanpa menulis, sejujurnya saya merasa sangat bersalah tidak pernah bisa meluangkan sedikit waktu sekadar untuk menulis. Akhir-akhir ini saya sering bermimpi tidur diantara tumpukan buku dan kertas. Kosong. Ya, semua buku dan kertas itu kosong. Saya hanya ingat menggenggam sebuah ballpoint yang sama sekali tidak mampu mengeluarkan tinta. Saya berusaha untuk menulis, tetapi tidak bisa karena tinta ballpoint itu tidak mau keluar. Akhirnya dalam mimpi saya itu saya menangis dan meporak-porandakan tumpukan kertas dan buku tersebut. Saya merasa begitu kesal.

Mungkin mimpi yang saya alami itu merepresentasikan keadaan saya kali ini. Saya kesulitan untuk meluangkan waktu menulis. Saya bahkan sudah begitu berantakkannya sekedar untuk blog walking. Saya merasa mengkhianati diri saya sendiri terhadap komitmen saya dengan dunia tulis menulis. Saya merasa gagal.

Sebenarnya bukan hanya karena saya tidak punya waktu untuk menulis yang membuat saya seperti tengah dalam tahap menelantarkan blog ini. Saya sempat mengalami masa-masa tersulit dalam hidup saya. Saya sempat hendak mengambil sebuah keputusan yang entah suatu saat nanti mungkin akan saya sesali sepanjang sisa hidup saya.

Saya tidak pernah menangis seperti kemarin itu sebelumnya. Tiga hari tiga malam saya berusaha keras menyumbat lubang air mata saya. Dan saya gagal. Mata saya tidak pernah bengkak seperti itu sejak terakhir saya menangis selama sehari semalam. Saya bahkan hampir tidak bisa membuka mata saya dan harus terus terpejam selama beberapa saat sampai bengkaknya reda. Badan saya juga tidak pernah seremuk seperti kemarin itu sebelumnya. Tapi saya hampir saja tidak bisa merasakan tulang dan daging saya menyatu. Saya merasa melayang dan tidak bisa merasakan pijakan dunia tempat saya tinggal. Ini agak berlebihan mungkin. Tapi itulah yang saya alami beberapa waktu lalu.

Saya juga tidak pernah merasa sesakit seperti kemarin itu. Sakit yang mampu membuat saya memohon pada sang Khalik untuk segera diakhiri. Hati saya sakit. Jiwa saya sakit. Saya merasa tidak berhak ada di dunia ini. Untuk beberapa saat, saya merasa ingin seperti ingatan saya yang hilang sejak sebelum SD di Tangerang itu. Saya ingin melupakan semuanya. Semuanya. Saya ingin tidak bisa ingat apapun seperti masa kecil saya di Solo, maupun masa transisi saya di Jakarta dan Bekasi. Saya benar-benar ingin lupa dan menjadi orang lain. Saya begitu kecewa, begitu sedih, begitu bingung. Juga begitu takut. Sungguh saya tidak pernah merasa sekalut seperti kemarin itu dalam hidup saya. Bahkan dalam segala ketakutan dan kesedihan saya.

Lalu saya mulai mencari kesibukan. Mengalihkan pikiran saya yang carut marut tidak karuan kepada banyak hal. Salah satunya bedagang. Untungnya memang belum kelihatan, malah saya jadi sibuk menjadi rentenir yang menagihi beberapa pembeli saya yang notabene adalah teman-teman saya untuk membayar belanjaan yang sudah di tangan mereka. Lalu saya juga menenggelamkan diri pada pekerjaan kantor saya yang semakin tidak karuan. Atasan besar saya semakin menuntun lebih pada anak buahnya sehubungan dengan adanya pergantian karyawan pada beberapa anak buahnya. Beberapa project yang seharusnya bisa selesai jadi tertahan. Dan membuat jadwal menjadi berantakkan.

Saya masih berusaha bertahan. Dengan semuanya tentu saja. Belum ada tanda-tanda kebahagiaan sejati itu menghampiri saya, tapi saya masih memiliki harapan itu. Juga mimpi itu. Maka saya ingin menjadi orang yang tidak tahu saja. Ingin menutup semua hal yang saya tahu dan menikmati menjadi orang bodoh. Saya sudah muak sepertinya untuk tahu banyak hal yang hanya akan membuat saya semakin mengutuki diri saya sendiri. Nanti saya dimarahi Tuhan.

Bukan saya tidak mensyukuri berkah yang diberikan, hanya saja.. menjadi tidak tahu membuat saya sedikit merasa santai menjalani hidup. Ya, seperti menjadi orang biasa, dibandingkan menjadi Sookie Stackhouse yang mampu membaca pikiran orang tetapi malah membuatnya banyak terlibat pada masalah dan kemudian malah mengalami sakit hati karena mengetahui kebenaran. Atau seperti Edward Cullen yang sering harus menelan sakit hati karena sering mengetahui isi hati Jacob Black tentang perasaannya terhadap Bella.

Saya masih luntang lantung tidak jelas domisilinya. Kontrakan saya yang baru yang harganya dua setengah kali lebih murah dari kosan yang lama ternyata sangat pengap dan panas. Membuat saya harus setiap hari merasakan seperti didalam ruang sauna. Berkeringat dan merasakan panas yang luar biasa. Bahkan kipas angin murah yang saya beli mulai menunjukkan tanda-tanda 'kemurahannya'. Kipas angin itu mulai rusak.

Saya toh tetap harus beryukur bukan? Entahlah.. saya hanya merasa harus tetap bersyukur bagaimanapun rupa dan keadaan saya. Jerawat yang tidak bisa berhenti muncul, sariawan yang terus timbul, migren yang selalu menghantui malam-malam saya.. semuanya harus di syukuri. Bukan mau sok bijak, hanya saja.. mengeluh buat saya sudah bukan masanya. Saya akan mengeluh, tapi mungkin bukan saat ini. Semua sudah saya tumpahkan dalam setiap ceracauan saya menjelang tidur. Seperti mantra. Ya, mantra saya menjelang tidur kali ini bukan lagi mengenai 'ingin lupa', tapi mantra baru saya adalah aduan saya terhadap Tuhan. Untuk menjaga mimpi saya agar menampilkan kenyataan yang membuat saya lebih banyak bersyukur, juga melupakan kesedihan saya. Mantra tidur saya..



Mantra saya yang lain: mumu
Gambar ambil dari sini
 


_______________
Sookie Stackhouse : Pemeran wanita utama dalam drama serial true blood yang pernah saya ikuti jalan ceritanya dulu.
Edward Cullen dan Jacob Black : Pemeran dalam Twilight Saga

Jumat, 06 April 2012

Ha-ha

Masa bodoh kalian mau bicara apa. Memangnya saya harus peduli? Berhentilah nyinyir dan membicarakan yang kalian sendiri tidak tahu kebenarannya. Laksanakan saja semua yang sudah menjadi tanggung jawab kalian sesuai dengan hak yang akan kalian dapatkan dan berhentilah iri! Saya sudah cukup mendengar cerobong asap di mulut kalian terus mengepul dan meniupkan kebisingan itu. Saya masih punya hati dan bisa merasakan sakit jika kalian masih ingat bahwa adaah benda hidup juga.

Saya ini memang tertawa, tapi kalian juga tidak pernah tahu tawa ini untuk apa. Bahkan kalian yang hanya bisa hidup dari kebaikan orang tua dan masih meringkuk di ketiak orang tua sama sekali tidak mengerti kehidupan apa yang saya jalani di luar sana. Ya, saya tertawa. Saya terlihat bahagia. Itu adalah pilihan saya. Tawa yang terjadi karena lucunya tingkah polah kalian yang begitu membuat gerah. Tawa yang terjadi demi untuk menghibur diri saya sendiri di tengah kepungan bahasa kalian yang teramat berpendidikan. Tawa yang terjadi untuk menghindari sakit hati saya yang perlahan mulai menggerogoti. Ya, saya harus tertawa demi menjaga hati saya yang sakit menjadi busuk dan mati.

Terserah saya kalian mau berlaku apa. Saya akan tetap diam dan tidak akan balas berceloteh di belakang kalian. Sama sekali tidak penting. Saya hanya akan tertawa. Menertawakan kalian yang demikian sok tahunya tentang kehidupan orang lain. Menertawakan diri saya sendiri yang demikian tidak berdayanya membiarkan diri jadi bahan olok-olok. Pilihan bahagia saya adalah untuk saya sendiri. Saya yang menentukan. Bahkan kalian tidak berhak memutuskan apa itu bahagia untuk saya sendiri! Ha-ha



I'm okay now.. but still not fine
Gambar pinjam dari sini

Selasa, 03 April 2012

(un) Invited

Saya memang sedikit kaget mendengar kabarnya. Kami memang tidak begitu akrab. Hanya kebetulan berkenalan dengannya ketika dulu bertemu. Saya juga jarang bicara dengannya. Teramat jarang malah. Mungkin sesekali melalui YM atau bahkan bila kebetulan sedang sama-sama online, kami akan bisa tidak saling sapa. Tapi.. saya merasa akrab dengannya. Karena kami cukup lumayan beberapa kali menghabiskan waktu bersama, setidaknya itu menurut perasaan saya.

Dan ketika saya mendengar kabar itu melalui orang lain, sementara ia memiliki akun yahoo saya. Yah, saya mungkin tidak begitu diperhitungkan keberadaannya. Sudah biasa. Bila saat itu berteman akrab, lalu kemudian terjadi sesuatu yang sama sekali tidak melibatkan kami, melainkan karena suatu hal diluar pertemanan kami maka selanjutnya hubungan itu merembet ke pertemanan kami. Setidaknya itu yang saya rasa. Saya tidak punya masalah dengannya, menurut saya. Saya punya masalah dengan teman dekatnya. Dan mungkin ia hanya ingin menjadi sosok teman yang toleran dan bersimpati sehingga memilih untuk memasang jarak itu juga dengan saya. Tak masalah.

Saya biasa diperlakukan seperti itu. Pernah begitu dekat. Lalu kemudian seperti terlupakan begitu saja tanpa merasa melakukan kesalahan, atau bahkan diberitahu telah berlaku salah apa. Tidak diundang ke pernikahannya tak apa. Saya juga pernah tidak diundang di berbagai pernikahan orang-orang yang saya anggap teman, tapi kemudian di setiap hari bahagia selalu melupakan saya, tapi berbondong-bondong datang saat mereka mengalami kesulitan maupun kesedihan.

Saya bilang padanya untuk tidak melakukan apa yang dulu pernah dilakukannya padaku agar aku terkesan terundang.

Tidak perlu harus menyinggung namaku untuk mengingatkan. Karena tanpa harus diingatkan, seamnesia apapun mereka, aku merasa tidak  mungkin terlupakan. Aku bisa seyakin itu karena aku merasa berada di lingkaran mereka. Entah jika mereka merasa aku tidak pernah berada satu lingkaran dengan mereka.

Maka, aku lebih baik diam. Tak perlu belas kasihan siapapun untuk membuatku merasa diperhitungkan. Agar aku tidak merasa seperti tamu yang tak diundang. Sudah cukup kejadian di pesta Mas Sigit. Aku tidak butuh perhatian berdasarkan belas kasihan seperti itu.

Terkadang saya merasa seperti tempat sampah. Tidak bisakah orang-orang memisahkan hubungan secara profesional? Bila kau punya masalah dengan temanku, maka kau juga ikut memusuhiku karena kau ingin menunjukkan kesetiakawananmu. Lalu bila akhirnya temanku ini berhubungan baik lagi denganmu, maka kau pun akan berhubungan baik lagi denganku. Kekanakkan.

Saya bukannya iri. Ini lebih seperti.. tidak pernah terlihat. Bahwa kita pernah setidaknya bukan hanya berkenalan beberapa detik saja. Tapi telah beberapa kali menghabiskan waktu bersama. Bukannya hanya berkenalan sesaat kemudian tidak pernah bertemu lagi. Kalo itu sih saya juga tidak akan keberatan dianggap tidak pernah hidup sekalipun.

Sudahlah.. selamat berbahagia Huri, Indah, Suarli, Sofie, Mas Topan, Uci, Adit, dan siapapun nanti yang akan memperlakukan saya seperti tidak pernah terlihat lagi. Setidaknya Ria, yang dianggap tidak pernah begitu baik sebagai teman masih mau mengundang walau hanya melalui lisan.


..Feb'12





May you all live happily ever after. Ini tulus. Tak butuh undangan untuk sekedar doa kan?
Foto dari sini



Ditulis persis setelah mendengar kabar Adit akan menikah. Kabar yang bukan datang dari orangnya langsung. Dan semua kepingan kekecewaan itu melintas sehingga saya tak tahan untuk tidak menumpahkannya dalam tulisan.


_________
Ternyata saya diundang. Lewat YM nya Adit mengungkapkan rencananya. Saya berharap ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan ia sebagai sahabatnya. Saya sungguh terlalu sibuk dan hampir tidak bisa browsing sekedar untuk membuka internet. Masih juga belum mampu membeli sekadar modem murah untuk browsing dari kontrakan. Sibuknya jadwal kantor dan berbagai macam project pribadi seperti jualan ini juga menyita perhatian saya. Yah.. terpaksa saya memilih salah satu dari draft yang ada.

Semoga besok bisa lebih pintar mengolah waktu :)
 

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...