Kamis, 29 September 2011

He-ning

Source

Hening.

Bahkan saat waktu tengah memelukku hangat pun aku tak sanggup meraih diriku sendiri. Ada banyak peristiwa yang terlintas dalam rona wajah itu. Yang kepadanya aku membagi kisah. Berserabut terbayang. Perlahan terbang menepi, membingkai kerapuhan dengan kejujuran. Menyulami satu-persatu bagian yang bolong dengan benang kasih sayang.

Dalam diam, kesabaran itu seperti memohonkan ampun pada nestapa. Sepertinya hendak menyerah. Telah tercecer jauh tinta yang tertoreh pada lembaran kertas kehidupan. Tak akan mungkin terhapus, akan tersimpan. Mungkin suatu saat akan terbaca. Dan tak akan kubiarkan siapapun menemukan kuncinya. Karena akan ku tanam dalam-dalam, lengkap dengan jejak yang akan terhapus oleh hujan. Mungkin akan kujagai sang malam untuk meyakinkanku tak akan ada yang menguntit.

Hening.
Memeluk itu membutuhkan kedua tangan yang terbuka dengan rela. Juga sebuah tempat yang tersedia di hati. Entah dimana nanti harus kutemukan tempatnya. Dan bagaimanapun, kedua tangan ini harus terbuka dengan rela.

Hening.
Ah.. ceracau ku siang ini. Membingungkan ya.

he-ning.

Selasa, 27 September 2011

Mimpi-mimpi


Source


Saya jengah. Mungkin saya kesal. Atau apapunlah. Yang pasti, saya merasa janggal. Ada yang aneh. Dan saya masih tidak tahu apa itu. Saya hanya merasakan. Beberapa orang bilang intuisi saya sering benar, dan saya sering (entah kebenaran atau memang demikian seharusnya yang terjadi) mendapatkan gambaran mengenai kejadian yang akan terjadi di kemudian hari, dan itu terjadi. 

Saya jarang bermimpi ketika tidur. Mungkin karena saya lupa tentang mimpi saya saat saya sudah terbangun dari tidur. Tapi saya ingat, sewaktu kecil saya seringkali mendapati mimpi saya yang menjadi kenyataan. Beranjak dewasa, ada beberapa mimpi saya yang berubah menjadi kenyataan jika saya tidak menceritakan mimpi saya itu. Entah kebetulan atau memang kejadiannya seperti itu, tapi hal itu selalu kejadian. Kadangkala, saya sering sengaja menceritakan mimpi  yang saya alami dengan harapan mimpi saya itu tidak akan menjadi kenyataan, paling sering jika saya mengalami mimpi buruk ataupun mimpi yang tidak saya sukai. Dan beberapa mimpi menyenangkan akan saya simpan untuk diri saya sendiri. Seperti kebetulan, mimpi yang saya ceritakan tidak akan kejadian, sementara mimpi yang saya simpan sendiri tak berapa lama akan menjadi kenyataan. Seperti de javu.


Kenyataannya, mimpi yang saya bangun saat saya dalam keadaan terjaga malah tidak ada yang terwujud.
 
Teman-teman saya terkadang memandang saya dengan tatapan ngeri atau aneh. Saya hanya tertawa. Terkadang muncul sesekali celetukan mereka yang mengaku takut bila berhadapan dengan saya. Memangnya saya ini apa? Saya kan sama manusia juga, makan nasi (bahkan lebih banyak daripada mereka), dan bernafas dengan paru-paru lewat hidung juga sama seperti mereka. Kengerian itu bertambah saat saya sempat menambahkan bahwa saya sering mendapati bermimpi tentang kematian seseorang dan tak lama akan menjadi kenyataan. Raut wajah mereka yang saya ceritakan serta merta akan berubah ngeri. 

“Kalo lo mimpiin gue mati, jangan ceritain sama gue ya!”

Saya hanya meringis, terkadang menambahkan sedikit tawa dan mengatakan bahwa mungkin saja semua itu hanya kebetulan. Beberapa ada yang alasan yang saya kemukakan, beberapa masih menatap saya aneh dan heran. Saya biarkan. Mereka bebas berpandangan apapun tentang saya, asalkan tidak mengganggu saya.

Saya banyak bermimpi buruk akhir-akhir ini. Dan karena saya tidak ada yang dapat saya ceritakan tentang mimpi-mimpi buruk saya itu, saya menuliskannya pada catatan pribadi saya. Sebenarnya saya sendiri tidak begitu mempercayai kebetulan yang terjadi sehubungan dengan mimpi yang saya alami, tapi saya merasa sedikit tenang dengan mencatat mimpi-mimpi buruk yang saya alami untuk sekedar pengingat. Sejauh ini, belum ada satupun mimpi buruk yang saya catat yang jadi kenyataan. Entahlah.. kita lihat nanti. Terkadang saya pun sedikit ngeri dengan diri saya sendiri, tapi saya tidak mungkin merasa takut terhadap diri saya sendiri, kan? 


 
*******
Dan saya tidak berminat untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan saya. Biar saja, harus saya akui, kadang mimpi saya membantu saya. hehehe...
 
Apa saya memang aneh?

Minggu, 25 September 2011

Jadi...

Enough
Source


Jadi, kau sudah menikah sekarang? Bagaimana perasaanmu? Bahagiakah? Kuharap demikian. Bukankah itu yang selama ini kau impikan? Menikah. Dengan siapapun yang mau melamarmu. Mengapa aku seperti sedang menyindirmu ya? Ah, biarlah. Memang itu pengakuanmu padaku.


Jadi, katakan padaku. Apa yang ada dipikiranmu saat aku menyapamu hari itu? Menanyakkan kelanjutan kehidupan yang sempat kau keluhkan padaku. Sebuah percakapan lewat dunia elektronik antara aku, kau, dan teman kita yang satu lagi. Rentetan kalimat yang kulontarkan karena statusmu itu hanya kau baca, tanpa sekalipun kau pernah coba untuk balas. Saat itu, kau yang tengah limbung dan bingung karena patah arang dengan seseorang dari masa lalu yang mengecewakanmu, dan cerita tentang orang yang kau hindari karena niat baiknya membina rumah tangga denganmu. Kau yang mengejar perhatianku untuk mendengarkan keluh kesah dan meminta saranku. Aku berikan seadanya, semampuku, karena pun hidupku tidak sesempurna itu. Hanya mencoba memberikan saran dari sudut pandangku. Dan kau mengiyakan. 

Jadi, nyatanya adalah statusmu sekarang tengah berbahagia. Menikah. Dengan pria yang kau ragukan keseriusannya dan yang telah kau tampik dari saranku. Kau ini kenapa? Membuatku jengkel saja. Aku yang telah kau seret untuk peduli dan kehabisan asa untuk menampik semua rongronganmu berakhir dengan tanpa sedikitpun kau pandang?

"Jadi dia nikahnya kapan?"

"Hari ini akadnya"

"Kok gue ga tau ya?"

"Masa sih?"

"Bbm gue dibaca doang"

"Hmm.. sibuk mungkin persiapan"

"Oh ya? Terakhir sempet kontak gue, ngeluh ngurus pernikahan itu ternyata ribet. Gue kaget tau-tau ngomong gitu. Gue tanya nggak dibales, dibaca doang bbm nya"

"Nggak gitu kok dia"

"Oh"

Jadi, ini sudah hampir seminggu sejak kulihat statusmu yang terakhir. Dan kabar dari temanmu itu. Apa yang ada dibenakmu? Menikah, lalu lupakan orang  yang kau sebut sahabat terbaikmu?

"Cukup tau aja deh"

Aku ini.. sepertinya memang selalu kesulitan bersahabat sesama wanita. Satu hal, mungkin aku tidak benar-benar menganggapmu sahabatku, mengingat, selama ini aku memang tidak pernah memikirkan untuk menempatkanmu pada posisi itu. Hanya saja, aku tidak suka dengan caramu memperlakukanku. Kau itu.. ah, sudahlah. Masa bodoh. Cukup saja kecewaku. Tenang saja, kau tidak seberharga itu, kok. Aku mengirimimu pesan hanya sekedar ingin tahu, apa kau masih mengenaliku. Itu saja. Tidak perlu merasa penting untukku. Kau itu sama saja dengan orang-orang yang datang dan pergi dalam kehidupan pertemenanku.




*******

Jadi.. mungkin sebaiknya kuhapus saja semua kontak yang berhubungan denganmu. Karena jika karena alasanmu adalah sibuk sehingga tidak membalas pesan-pesank.. kau tidak akan sesering itu menyempatkan untuk berfoto, memajang fotomu dengan pasanganmu, berganti-ganti status, dan membaca semua pesan-pesanku!

Jumat, 23 September 2011

And here i am talking to you


To you there..
Source


Anda. 

Kita memang tidak saling mengenal dekat. Cukup saling tahu siapa saya dan siapa anda. Tapi sama sekali tidak berhak anda berurusan dengan urusan dalam kehidupan saya, sekalipun dalam nama persahabatan. Itu adalah urusan anda dengan dia, bukan dengan saya. Cukup anda urusi urusannya, jangan sekalipun menyentuh area pribadi saya.
 
Bahkan untuk apapun yang saya lakukan. Sama sekali bukan urusan anda. Tolong pahami, anda pun wanita seperti saya, dan bahkan tengah mendamba seperti yang saya juga tengah panjatkan doa. Tolong jaga tindakan dan langkah anda. Saya rasa saya sudah cukup menjaga diri saya sendiri dalam batasan perkenalan kita, walau tidak pernah terwujud dalam jabatan tangan. Entah kenapa perasaan saya selalu benar dalam menilai seseorang, dan anda bukanlah seseorang yang saya akan tempatkan dalam lingkaran saya. Sangat tidak penting.

Maaf, ini terdengar keras dan agak kasar. Saya hanya tidak tahan dengan sikap anda. Silahkan peduli dengannya, saya tak akan menghalangi. Silahkan membantunya, saya akan diam saja. Tapi tolong jaga pikiran dan ucapan anda. Jangan fitnah! Karena saya amat sangat sudah memberi toleransi dengan semua omongan anda tentang saya dalam lindungan kalimat yang diucapkan oleh wanita yang melahirkan anda. Ucapan dari seseorang yang memiliki ilmu diluar nalar. Dan itu salah. Salah besar. Hal yang bahkan membuat keadaan menjadi sangat salah. Dan saya benci. Saya benci fitnah. Saya benci kebohongan. Dan itu dapat membuat saya membenci anda walau saya itu tidak terjadi. Saya akan diam, tapi bukan berarti saya terima semua perlakuan anda. Saya tidak akan melakukan apapun terhadap anda, karena itu akan menjadikan saya sama rendah posisinya dengan anda.

Jadi, apakah hanya karena peduli, anda berlaku demikian terhadap saya? Apakah hanya karena alasan membantu, anda dapat bersikap demikian terhadap saya? Benar bukan karena perasaan lebih yang sempat tumbuh bahkan jauh sebelum saya hadir di tengah persahabatan kalian? Bahkan kalaupun benar, saya tak akan melakukan tindakan apa-apa. Silahkan bersamanya, dan bahagialah. Jika pun tidak terjadi, kalian belum berjodoh, mungkin itu kata yang lebih tepatnya. Maka berhentilah bersembunyi dibalik kata persahabatan, atau kalimat dengan dasar ilmu diluar nalar yang dilontarkan oleh wanita yang melahirkan anda. Itu menggelikan, dan menjijikan. Seperti kurang luas pandangan anda mengenai keberadaan Tuhan yang lebih dari segalanya. 

Ini hanya saran. Mulailah berlaku terhormat. Bijaksanalah dalam berpendapat. Anda sama sekali tidak tahu apa-apa yang terjadi dengan saya maupun dia yang anda akui sebagai sahabat. Anda bermunajat, maka bermunajatlah yang benar, mintalah padaNya yang memiliki kekuasaan itu. Sama seperti yang tengah saya lakukan. Carilah cara terhormat dan terpelajar yang sesuai dengan jenjang pendidikan yang anda enyam. Istiqomahlah, dan berlakulah pintar, bukan picik. Cerdaslah. Dan bermain dengan cantik. Belajarlah melihat dengan mata hati anda sendiri, tidak perlu mengandalkan orang lain yang sama sekali tidak tahu menahu. Lakukan jika memang anda ingin menjadi lebih baik, atau tinggalkan jika anda merasa tidak lebih terhormat dari saya. Dan sekali lagi, ucapkanlah di depan saya, itu lebih melegakan dan sedikit dapat mengembalikan derajat anda di mata saya. Saya akan terima dengan hangat dan senang hati jika anda memiliki keberanian seperti itu. Cobalah.. dan uruslah urusan anda sendiri.

Sekian.


*******
Aye, it's my brave belief
That grateful we should be,
Since in the heart of grief
Is love and sympathy,
We do not weep in vain,
So let us kiss the rod,
And see in purging Pain
The Grace of God
(Robert William Service)

Jumat, 16 September 2011

A tale of a friendship

No Friendship without a secret
Source


Aku mendengar tawa. Sekelompok remaja tanggung berseragam putih abu-abu bersenda gurau di sebuah sudut di salah satu koridor sekolah. Sesekali tangan tergenggam erat dengan binar mata memancarkan kebahagian. Bahagia. Atau setidaknya itu yang mereka pikir saat itu. Mereka sahabatku.
 
Dunia. Bagi kita  mungkin seindah tawa yang terajut bersama ketika itu. Tak ada tangis, tak ada saling lempar kalimat menyakitkan, tak ada perasaan terkhianati. Semua hanya berisi tawa dan tawa. Remaja.
 
Tanpa sadar, kita tidak memperhatikan waktu. Genggaman tangan itu akan merenggang. Tawa itu akan menghilang. Dan binar itu akan meredup. Perlahan, kesadaran itu datang. Bahwa dunia tak melulu berisi canda dan tawa. Kita perlu dewasa.

Sahabat, kalian telah mengisi hariku dengan penuh canda dan tawa. tapi bukan itu yang aku butuhkan untuk dapat berjalan beriringan. Bukan hanya genggaman tangan saat aku hanyut dalam riang. Bukan hanya binar terang saat mata merasakan mentari. Tapi penopang tubuhku saat badai menerjang, saat matahari tak lagi sehangat dulu. Bagaimanapun, kita seharusnya saling terikat karena mengerti. 

Kita berubah. Aku berubah. Pun kalian. Aku merindu. Tapi tak mengapa. Aku bisa tahan sakitnya. Meski tak ada kalian. Tapi luka tetap membekas. Bagaimanapun usahaku menghapusnya. Entah kapan. Esok. Lusa. Atau bahkan butuh lebih dari sepanjang pertemuan kita terdahulu untuk dapat kembali beriringan dalam senyum bersama. Tapi akan datang masa itu. Bagaimanapun, rindu tak dapat di tipu. Aku merindu. Tenanglah, aku tahu kalian pun sama.

*******


A hint of a smile
As your hand touches mine
No longer alone
I feel them entwine
(Eventually, M2M-)

Rabu, 14 September 2011

Aku dan makan

Source 


Hari ini saya banyak ngemil. Walau perut rasanya sudah hampir meledak kekenyangan, tapi saya tetap tidak bisa menghiraukan keinginan mulut saya untuk mengecap makanan. Saya sibuk mondar-mandir meja Jeffry sekedar untuk mengisi ulang tempat makan saya dengan cemilan keripik pedas nya yang dibawa dari Dumai.

Teman satu divisi sering menjuluki saya cacingan atau perut karet karena mereka terlanjur mengenal saya yang suka makan, tidak bisa berhenti ngemil.


“Gue heran Vi, kemana semua makanan yang lo makan ya? Kok badan lo ga gemuk-gemuk?”


Saya hanya tertawa mendengar selorohan Mas Indra yang kadang disambut dengan tawa dan seloroh dari yang lainnya. Mereka sering meledek saya. Saya lebih seringnya tertawa, tak berminat menjawab. Karena mereka tidak tahu.

Saya tidak sering ngemil ketika dirumah. Itu karena saya sudah amat kekenyangan makan diluar rumah. Setiap hari, sepanjang hari kerja atau jam kerja, sebisa mungkin saya pasti mengunyah sesuatu. Entah sejak kapan kebiasaan ini terjadi. Tapi saya sudah lama melakukannya. Sangat lama.

Makan yang banyak. Kekenyangan. Kelelahan bekerja atau beraktifitas. Dan akan dengan cepat tertidur begitu sampai rumah. Makan. Kekenyangan. Kelelahan dan tertidur. Begitu datang esok pagi. Saya berharap dapat melupakan semua kejadian tidak mengenakkan yang terjadi hari itu. Solusi saya untuk menghindari pikiran saya yang semrawut.

Saya tidak akan bilang saya punya segudang masalah. Mungkin. Tapi saya sendiri tidak tahu bagaimana saya menemukan cara untuk sekedar melupakan kepenatan yang terjadi selama satu hari itu. Saya akan makan yang banyak sampai perut ini rasanya mau meledak, lalu menguras tenaga dengan bergerak kesana-kemari, dan begitu sampai rumah, lelah sangat, lalu dengan mudah akan tertidur. Saya sempat membisiki diri saya sendiri sebelum tidur dengan kalimat-kalimat yang membuat saya harus melupakan kejadian tidak mengenakkan hari itu.

“Hari ini tidur, besok lupa. Tidur, besok lupa. Tidur, besok lupa.”

Saya ulang-ulang terus kalimat itu sambil mata saya terpejam. Menyihir diri saya sendiri untuk melupakan.

Cara itu cukup efektif, karena selama beberapa lama saya lakukan pada diri saya. Saya benar-benar lupa pada kejadian tidak menyenangkan itu. Begitu bangun esok paginya, saya sudah bisa menjadi saya yang baru. Begitu terus setiap hari.

Ada hal yang membuat saya terpaksa melakukan cara itu, dibanding mencari solusi untuk menyelesaikan masalah saya. Terlalu rumit. Saya sudah terlalu lama di set untuk hidup dengan masalah yang menggantung. Tidak selesai. Menguap begitu saja. Atau lebih tepatnya, dipaksa untuk melupakan. Saya terlalu banyak kalah. Atau mengalah. Dan jalan yang akhirnya saya temui untuk melupakan sakit hati itu hanya dengan membuat diri saya cepat melupakan semua yang mengganggu kepala saya. Makan banyak. Tidur.

Orang-orang di sekeliling saya terlanjur mengenal saya sebagai orang yang banyak makan. Tidak bisa berhenti makan. Atau paling tidak selalu mengunyah sesuatu. Tak jarang saya melakukannya saat saya tiba-tiba teringat pada masalah yang mengganggu pikiran saya. Saya langsung mengunyah, atau mencari-cari sesuatu untuk dapat dimakan.

Entah keberuntungan atau kerugian dengan yang saya lakukan. Walau saya banyak makan, saya sulit untuk gemuk. Dan saya tidak pernah mengeluarkan kembali setiap makanan yang saya makan. Saya mungkin beruntung, bukan pengidap bulimia atau anoreksia. Tapi mungkin saya cacingan benar seperti yang sering dikatakan orang. Metabolisme saya yang bagus, atau saya memang cacingan.

Hari ini saya kembali sibuk mondar-mandir menanyakkan makanan untuk dikunyah. Walau perut saya rasanya sudah mau meledak kekenyangan. Sepertinya ada yang ingin saya lupakan. Kekesalan hari ini, ingatan akan kekesalan sebelumnya, atau apapun. Saya hanya ingin makan. Pahit rasanya lidah jika tidak mengecap makanan walau hanya sebentar.

Saya harus mencari makanan lagi, persediaan keripik yang saya minta dari Jeffry mulai menipis. Saya harus menghampiri Jeffry lagi untuk mengisi ulang tempat makan saya.

Minggu, 11 September 2011

A limit for everyone

Source



There's a limit for everything
Am i just questioning, or throwing sentences?
Still we don't have a power to know everything
Though we really ought  to know
A limitation
Barrier
a Mind
*******


Andai aku memiliki keberanian itu, seperti yang pernah kamu sampaikan melalu teks itu, bersimpuh dan menciumi ujung kakimu. Kurasa itupun hanya untaian kata penghibur. Tak akan lagi terlontar. Bahkan dalam masa-masa bahagia yang nanti akan masing-masing alami.
Kamu, dan duniamu. Terlalu banyak peristiwa. Terlalu banyak pemikiran. Terlalu banyak ego. Aku pun tidak sempurna, tapi kamu akan selalu menilaiku baik. Mungkin tidak akan secara pribadiku, tapi kesalahan itu kamu akan tunjuk pada kaumku. Maaf, aku tidak bisa ikut dirimu menyalahkan kaummu. Setiap orang berbeda, kamu akan dapat menerima perbedaan dan berkompromi. Tiap orang yang pada dasarnya baik, akan selalu kembali kepada kebaikkan. 

Tak akan ikut mencecar atau menilai. Aku dengan pikiranku sendiri. Aku yang aneh, yang pikirannya tak akan pernah bisa kamu mengerti. Aku dengan egoku. Dunia yang hanya akan aku mengerti seorang diri. Meski nanti aku akhirnya akan menemukan batasan itu. Dimana aku akan berhenti, merebahkan punggungku yang lelah, menaikkan kakiku yang melepuh, dan menyenderkan kepalaku yang penuh dengan penat. Tapi tidak saat ini. Mungkin nanti. Terlalu banyak yang membuatku takut. Terlalu membuatku galau. Terlalu membuatku merasa terpojok. Aku ini memiliki sendiri diriku. Tak akan bersembunyi dibalik agama, atau siapapun. Cukup aku sendiri.

Aku yang aneh. Yang membuatmu lelah. Membuatmu capek. Dan aku yang mulai berubah. Yang tidak akan pernah membuatmu mengerti. Bahkan saat aku sendiri mengaku salah dan terlontar maaf dengan tulus. Saat aku berucap tak dapat terlalu lama berdiam diri tanpamu ada di dalam duniaku. Itu kutulis tulus, yang mungkin hanya merupakan sebuah kalimat tanpa arti untukmu.

Tak apa. Tiap orang punya batas. Ada kalanya saat seseorang merasa kelelahan, ia menepi. Beristirahat. Lalu saat menoleh, ia telah menemukan orang-orang yang tulus peduli. Saat itu, ia akan lupa pada apa yang telah membuat mereka mencapai batas itu. Melupakan semua yang telah mereka tinggalkan saat menepi. Dan menyambut uluran tangan orang-orang baru tersebut. Dunia baru.

Aku mungkin menceracau, melontarkan kalimat yang tidak akan dapat tercerna dalam pikiran siapapun. Aku menulis. Apapun yang terlintas dalam kepalaku. Bahkan ketika kalimat yang terbayangkan dalam kepalaku adalah hal yang akan membuatku menderita. Penyesalan. Aku menulis. Dan ini akan menjadi teman sejatiku, selain sepiku nanti.

Aku akan mencari batasku. Batasan yang sampai sekarang masih berupa tanda tanya untukku. Sampai nanti..

Sabtu, 10 September 2011

In search of happiness

Being happy doesn't mean that everything is perfect,
it means that you've decided to look beyond imperfections
(Unknown)
*******



Saya ini ada waktu untuk menulis. Hari ini. Dengan suara televisi yang tengah menayangkan FTV, dengan dia yang tengah tertidur dibalik selimut, dengan abang yang tengah sibuk dengan pekerjaannya, dan dengan kamu yang juga tengah bergelut dengan dunia maya. 

Tapi saya tidak tahu hendak menulis apa. Akhir-akhir ini terlalu banyak yang menggelayut dikepala saya. Ada satu orang yang sampai mengatakan kalau isi kepala saya itu aneh. Saya itu aneh ya? Tapi abang tidak mengatakan itu padaku saat kuceritakan hal yang sama padanya, saat kebetulan ia tengah dapat dihubungi. 

Sinetron di televisi itu sedang ada adegan tangis, entah, saya tidak begitu memperhatikan acara sinetron. Lagipula televisinya juga tidak menampilkan gambar yang bagus, suaranya juga krese-kresek, jadi makin malas memperhatikan alurnya. Hanya butuh suaranya agar ruangan ini tidak begitu sepi selain dari suara ketikkan keyboard.

Tibat-tiba kepala saya terbersit soal kebahagiaan. Ah, kebahagiaan. Saya lupa kapan terakhir kali merasa bahagia. Saya tertawa, kadang terbahak-bahak, walau lebih banyak terkikik. Tapi apa itu artinya saya tengah bahagia? Entah. Saya kurang begitu paham takaran kebahagiaan itu apa. Apakah jika saya sudah bisa tertawa terbahak-bahak artinya saya sudah merasakan bahagia? Bagaimana kalau tawa saya itu tidak dapat membuat hati saya menghangat? 

Bahagia ya.. Banyak yang tertawa terbahak-bahak, tapi apa mereka bahagia? Saya ini orang yang mudah tertawa. Banyak hal yang mampu membuat saya tertawa, atau paling tidak terbersit senyum di ujung bibir. Kadang saya hanya menyunggingkan senyum untuk hal yang orang lain akan mengerutkan kening. Aneh ya? Mungkin.


Source

Ah, saya mungkin sedang aneh. Tempo hari sempat berujar galau pada abang. Dan abang seperti biasa tidak pernah bertanya lebih. Dia cukup mendengarkan dan itu menenangkan. Tapi tiba-tiba aku ingin merasakan bahagia. Seperti apa ya bahagia itu?

Adakah disana yang mengetahui bahagia itu berbentuk apa? Lagi-lagi saya aneh ya? Ah, apa saya aneh? Abang mungkin akan cuma merespon dengan 'Hmm', lalu membalikkan pertanyaan itu kepada saya lagi, 'Menurutmu kamu aneh?'. Ahh abang!

Jumat, 09 September 2011

I need you.. time

Source
 
Rindu menulis

Rasanya ingin punya beberapa waktu dalam satu hari saja untuk dapat menulis. Tetapi waktu memang tidak pernah mau kompromi dengan keinginan kita sebagai pengembara dunia yang hanya sementara ini. Ada beberapa hal yang akhirnya membuat kemauan untuk menulis jadi harus terpendam, lalu terlupa. Saya bukan melupakan menulis.
 Ingin rasanya dapat meluangkan waktu untuk sekedar menggerakkan jari-jari tangan pada keyboard notebook ataupun komputer saat pikiran menggelayut ingin sekedar bercerita. Namun lagi-lagi kecepatan sang waktu yang juara. 

Saya masih berusaha mencari tahu bagaimana bercerita dengan baik tentang semuanya. Tentang diri saya, tentang orang-orang di sekeliling saya, tentang apapun dalam hidup saya. Dan setiap berhadapan dengan lahan kosong untuk sekedar mengetikkan huruf demi huruf itu, rasanya otak terlalu lancar mengalirkan kalimat-kalimat untuk tertuang dalam lahan kosong itu. Sehingga tulisan pun terlalu mudah mengalir dengan bebas. Dan menjadikan saya sendiri bingung, apa yang sebenarnya saya ingin tulis.

Saat ini pikiran saya sedang bercabang kemana-mana. Kepada kehidupan pekerjaan saya, kehidupan pribadi, bahkan kehidupan orang lain. Ya, mungkin terkadang saya menganggap diri saya seperti yang tengah mengurusi seluruh dunia dengan isinya. Padahal kan masih ada Tuhan, tapi saya yang ingin menjadi orang yang tidak peduli pun jadinya malah terlalu peduli. Terlalu banyak hal yang terjadi, dan saya semakin membutuhkan waktu untuk berada disamping saya, setidaknya untuk sekedar membekukan waktu untuk saya beristirahat sejenak menghirup udara sebelum mulai membereskan hal satu-persatu. 

Saya kelelahan. Tapi pun itu tidak membuat sang waktu beranjak kasihan. Ya, saya memang bukan orang yang senang dikasihani, tapi mungkin pengecualian untuk sang waktu.

*******


Can't i just have one minute freeze.. time?


LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...