Rabu, 30 Mei 2012

Moving house: Quick recap

Kulkas saya lecet. Baret cukup dalam dan lumayan terlihat jelas bekasnya. Jika ingat perjuangan ketika membelinya, rasanya tidak rela. Tapi itulah resikonya jika kita mempekerjakan orang untuk membantu mengangkuti bebeberapa barang. Memang untungnya hanya kulkas itu yang baret, tapi jika boleh memilih sepertinya lebih baik tidak ada yang baret. Hehehe...

Tumpukkan cucian kotor juga masih terbengkalai. Kemarin baru sempat mampir ke tempat laundy kiloan dan ternyata sudah mencapai berat 7kg. Untuk harga per-kilo yang 5000 rupiah, berarti sekitar 35 ribu saya harus bayar untuk jasa pencucian itu. Saya memang belum bisa mencuci sendiri karena masih harus menyesuaikan dengan perbedaan waktu berangkat dan pulang kantor yang lumayan drastis. Juga belum memiliki jemuran untuk dapat menjemur pakaian yang akan saya cuci nantinya. Harga jemuran ukuran besar itu ternyata lumayan. Sedangkan keuangan saya sudah menipis. Masih harus memikirkan untuk hidup sampai gajian bulan depan. Jadi.. saya mungkin akan bertahan dengan mencari cara mengakali cara menjemur pakaian yang akan di cuci.

Beberapa barang sisa pindahan kemarin masih harus banyak dirapihkan. Tembok rumah yang masih benar-benar baru ternyata sulit ditembus dengan paku. Padahal saya memerlukan untuk menambahkan gantungan baju di tembok, juga di belakang pintu. Setidaknya, agar tumpukan pakaian yang masih bisa dipakai tidak begitu saja terbengkalai di antara tumpukan barang lainnya. Bisa jadi sarang nyamuk. Jadi, saya masih harus beberes.

Saya juga harus bangun lebih pagi. Biasanya jam delapan kurang saya masih bisa santai-santai, kini setelah shubuh saya harus mulai siap-siap untuk balapan dengan macetnya jalan tol ibukota. Maklum, para pengais rejeki kebanyakkan semua dari luar jakarta, sehingga arus pekerja menjadi padat di jalan tol. Paling tidak, pukul tujuh pagi saya sudah harus berada di tol karang tengah, kalau tidak, bisa semakin tersendat jalur saya menuju kantor. Dan akan membuat saya frustrasi sampai ke kantor.

Kemarin saya nyasar ketika akhirnya mencoba naik angkutan umum untuk pertama kalinya setelah sekian lama seliweran dengan motor. Dan itu membuat saya harus merogoh kocek lumayan untuk dapat digunakan menyewa ojek sampai ke kantor. Yah.. namanya juga baru. Dan untungnya teman sekantor saya ada yang bawa kendaraan. Jadi paling tidak sampai dua minggu kedepan saya bisa sedikit mengirit ongkos dan menghindari bersungut-sungut terjebak macet di jalan. Tapi tetap saya harus bangun pagi. Mungkin akan menjadi sebuah kebiasaan. Saya jadi berasa anak sekolah lagi.

Pindahan kali ini memang membuat saya jadi harus banyak melakukan penyesuaian. Jam tidur dan bangun yang harus diatur ulang, penyiasatan keuangan yang lebih cermat, juga hal - hal remeh lainnya seperti bersih-bersih area rumah. Tapi saya cukup bersyukur. Setidaknya sekarang saya benar-benar menempati yang disebut rumah, meski  barang utama yang bisa saya banggakan baru kulkas, tempat tidur, dan TV. Buat saya cukuplah..

Source

Jumat, 25 Mei 2012

Sampai kapan?

"Sampai kapan kau akan bertahan denganku?"

Karena suatu saat nanti mungkin kau juga akan sampai pada puncak kesabaranmu dalam menjalani hidup bersamaku. Karena suatu hari nanti mungkin kau juga akan mulai menyerah dan membiarkan semuanya menjadi berantakkan tak terkira. Karena suatau hari nanti mungkin kau akan tidak lagi mempedulikanku.

Aku mengerti lelahmu. Maka aku tidak lagi membenani semua pekerjaan itu ke pundakmu. Aku juga membantu. Memasak untuk bekalmu, karena aku tahu kita harus berhemat. Mencucikan pakaianmu dan sebisa mungkin menyetrikanya dengan rapih. Terkadang, aku juga memikirkan bagaimana membuat olahan makanan yang mampu membuatmu senang. Maka ketika giliranmu adalah mencucikan peralatan masak yang telah kotor karena kugunakan untuk memasak, bukankah itu tidak sulit? Karena aku juga yang mulai menyiapkan bekal makanan untuk kau bawa ke kantor. Tidak, aku tidak mengeluh. Atau bukan juga mencoba mencari keadilan. Aku hanya mengharapkan sedikit pengertian dan perhatianmu. Akan lelahku juga.

Karena aku tahu bahwa kau juga bersusah payah ketika harus mengejar angkutan umum untuk bekerja. Apalagi harus mengkonsumsi bekal dari hasil masakanku yang tidak seberapa enaknya. Kadang keasinan, kadang tidak ada rasanya. Atau bahkan mungkin tidak bisa kau terima dengan lidahmu, tapi kau telan juga karena ingin membuatku menyangka bahwa kau menyukai masakanku.

"Aku merasa kau tidak senang menghabiskan waktu bersamaku."

Karena ketika kau meninggalkanku, aku merasa kau melupakanku. Aku memang tidak seperti ayahmu yang selalu mampu menyita perhatianmu. Ayahmu yang sepertinya belum bisa menerima bahwa anak kesayangannya yang paling besar, laki-laki satu-satunya, sekarang sudah berkeluarga. Bahwa kemungkinan untuk mendapatkan perhatian sebesar dulu adalah hal yang harus ia terima dengan lapang dada. Alih-alih malah membuatmu pusing dengan tingkah lakunya yang seperti anak kecil. Aku seperti anak kecil. Sedikit-sedikit akan merajuk. Lalu akan mudah sekali menjadi diam karena terlanjur kesal, dan mungkin marah. Tapi setidaknya aku memiliki hak atas area itu. Karena aku istrimu, orang yang harus kau dahulukan selain ibumu.

Kau akan pergi, dan itu seringkali membuatku harus terjaga sampai larut. Lalu kau hanya akan diam, seolah-olah aku tidak peduli jika kemudian kau akan menceritakan mengenai urusanmu sampai harus membuatku terjaga demikian larut. Menunggumu. Karena aku mengkhawatirkanmu. Juga karena aku kesepian. Kau kan tahu aku sudah sendiri. Aku tidak memiliki orang tua lengkap sepertimu yang begitu peduli padamu. Atau ayah yang rewel seperti ayahmu. Aku tidak iri. Hanya ingin kau tahu posisiku. Kekosonganku di ruangan yang tidak nyaman itu.

Awalnya futsal. Aku tidak keberatan karena biasanya tidak memerlukan waktu lama. Aku tidak perlu cukup lama dalam perenungan dan kesepianku. Lalu mulai dengan kegiatan lainnya di tengah minggu.

"Sepertinya kau memang tidak senang terjebak di posisimu denganku"

Karena bagaimanapun sayang, kau tidak akan repot mengiyakan ajakan siapapun yang kau anggap temanmu, lalu kemudian dengan mudahnya melupakanku dengan berlarut-larut dengan mereka. Aku tidak perlu alasanmu. Juga sepertinya kau lupa bahwa kita harus berhemat. Aku juga bosan dengan makanan yang telah disediakan setiap harinya dengan rasa yang tidak karuan di lidahku. Tapi kita harus berhemat. Setidaknya karena menyadari kapal keuangan kita tengah limbung bukan?

Akupun tengah mempertaruhkan posisiku disini. Bagaimana aku berusaha untuk tidak melulu datang terlalu telat. Suatu hari nanti mungkin aku akan ditegur juga karena terlalu sering datang melebihi dari kantor yang telah disepakati semula. Meskipun walau sejujurnya, seperti peraturan perusahaan ini, bila kau datang pagi maka kau berhak pulang lebih awal. Tetapi departemen ini berbeda. Adalah haram hukumnya pulang lebih awal jika tidak ada keperluan mendadak. Dan aku telah berulang kali dalam berturut-turut datang telat melebihi sembilan puluh menit dari (mungkin) lima belas sampai tigapuluh menit yang di toleransikan.

"Makanya tidur jangan malem-malem"

Seringnya mungkin kau mendengar selorohan itu dari mulutku. Ketika hampir mendekati tengah malam kau belum juga terpejam. Bahkan membersihkan badanmu saja juga belum. Malah masih sempat memikirkan untuk main Playstation kesayanganmu itu. Aku tentu tak masalah jika saja keesokan paginya ketika bangun kita tidak harus tergopoh-gopoh karena telat. Atau aku harus mengeluh sakit kepala, juga kau, karena bangun dengan kaget, atau mungkin juga karena kurang tidur. Dan itu akan membuatmu mengeluarkan harga ekstra untuk sekadar membayar tukang ojeg agar kau tidak terlalu kesiangan sampai kantor.

Aku ingin mengeluh, karena kadang kau membuatku tidak mengerti. Bagaimana mungkin kau tidak memperhatikanku yang kerepotan didapur memasak masakan untuk kau makan dan mungkin saja keesokannya akan kau bawa untuk bekal. Lalu ketika aku sibuk mengucek pakaian dan berpeluh di ruangan sempit itu. Padahal aku juga memiliki kelelahan yang mungkin sama sepertimu. Kerjaanku menumpuk, dan aku harus bisa membagi waktu dengan pekerjaan ketika tiba dirumah. Agar aku tidak harus mengalami sakit kepala, bahkan sakit perut ketika ingin sekadar beristirahat dan memejamkan mata.

Jadi, sayang.. sampai kapan kau akan bertahan denganku? Jika aku mulai kelelahan dan kepayahan dalam menjalani hidup ini. Sampai kapan kau akan bertahan denganku? Jika aku mulai tak mampu lagi bertoleransi dengan emosiku. Mungkin saat itu kau juga akan mengesampingkan toleransimu padaku.

Jadi sampai kapan, sayang..?

Source

Kamis, 24 Mei 2012

H-2

Rencananya sabtu ini saya akan pindahan, dan saya bahkan belum melakukan pengepakan barang-barang saya. Rasanya sudah pusing duluan melihat berderet barang printilan dan barang-barang besar yang harus ditata sedemikian rupa agar dapat di kelompokkan dengan efisien. Masalahnya adalah ruang di kontrakan petak itu terlalu kecil untuk mampu menyimpan beberapa barang yang sudah di pak, jadi saya bingung darimana harus memulai.

Saya masih membutuhkan pakaian untuk digunakan sehari-hari dan untuk bekerja, juga peralatan masak yang tentu akan sulit ditinggalkan mengingat saya sedang dalam tahap penghematan sampai gajian nanti. Peralatan mandi juga tidak mungkin bisa di pack jauh-jauh hari. Apalagi benda-benda sehari-hari untuk teman menghabiskan malam yang panas. Saya masih harus memilah-milah dengan cermat dan secerdik mungkin membagi dan mengatur barang apa yang akan mampu saya koordinir dengan baik. Setidaknya, saya harus mulai memilah barang yang kemungkinan akan dapat tidak saya butuhkan sampai waktunya pindahan.

Dan lagi.. saya butuh beberapa box besar untuk menyimpan barang yang akan saya pack. Hmmm.. Mungkin saya harus belajar untuk mengorganisir mulai dari printilan.. pakai plastik!



Tidak akan sebanyak ini barang saya, atau mungkin lebih..
Source


Rabu, 23 Mei 2012

Dear Mumu

Where did I go wrong, I lost a friend
Somewhere along in the bitterness
And I would have stayed up with you all night
Had I known how to save a life
-The frey, How to save a life-
 ...


Mumu, aku tengah merindukan seseorang. Kau tahu siapa? Tentu saja, selama ini bukankah hanya kau yang kuberitahu isi hatiku? Di setiap pejam mataku. Entah kenapa Mumu, aku merindukannya. Padahal sudah sejak beberapa lama ini aku berusaha membuang jauh sosoknya. Merelakannya untuk orang lain, bahagia dengan bukan selain aku, dan memiliki hidup yang lebih baik bukan denganku. Aku merindukannya.

Ia begitu membenciku ya Mumu? Bahkan harapan untuk sekadar kembali menjadi sahabatnya saja sepertinya sudah menjadi mustahil ya? Aku yang salah. Memang semestinya ganjaran untukku ya seperti ini. Sama sekali terpisah seperti memiliki dunia yang berbeda. Aku merindukannya.

Setidaknya tak apa meski ia mungkin hanya akan mengeluarkan makian untukku. Melontarkan kalimat kasar yang hanya akan membuatku makin sakit. Tapi tak apa. Aku akan menerimanya. Setidaknya aku tahu ia begitu marahnya padaku. Dan aku akan menerimanya.

Mumu, rasanya lelah. Aku yang menghindarinya. Membuangnya.

"You did things like you did before!"

Mungkin itu yang ada di kepalanya ketika mengetahui langkahku bukanlah langkah yang ia harapkan kuambil. Tapi aku tidak membuangnya. Aku tidak menghindarinya. Aku hanya membutuhkan sedikit ruangan. Agar aku bisa lebih kuat untuk menerimanya sebagai sahabatku. Sebagai seseorang yang awalnya ku kira akan ku anggap. Tapi ternyata aku malah mencintainya. Sebuah kesalahan? Ku rasa tidak. Jika keadaannya tidak seperti ini.

Aku tidak ingin menyalahkan siapapun lagi. Rasanya sudah lelah ber-argumen. Biar saja aku yang salah. Namun pilihan sudah kubuat. Dan ia berhak untuk murka karenanya. Aku hanya harus belajar menerimanya.

Hanya saja.. aku merindukannya, Mumu. Merindukan ia yang biasanya akan selalu ada untukku, apapun yang terjadi. Yang akan selalu mendukungku, dan mengiyakan semua ucapanku. Setidaknya.. jika saja kita bisa kembali menjadi sahabat. Things that we have had before..


-Suatu malam menjelang tidur-



Can we have it back? Though we might will not have things in common again
Source



Selasa, 22 Mei 2012

H-5

Di kosan saya dulu, saya harus keluar kamar bila hanya sekadar untuk mengambil air minum, ataupun memasak makanan. Karena letak dapur yang berada di luar kamar. Dengan kamar cukup luas dan perabotan cukup memadai untuk harga yang juga cukup menyesakkan saya setiap bulannya, saya merasa kurang nyaman dengan batas wilayah itu. Dapur yang digunakan bersamaan dengan penghuni kos lain yang kurang perhatian terhadap barang yang bukan miliknya merupakan salah satu yang membuat saya kesal sesekali. Karena beberapa peralatan memasak saya jadi rusak karena ada penghuni yang seenaknya. Bukankah seharusnya mereka merawat barang yang bukan miliknya bila mereka ingin meminjam untuk digunakan? Susahnya menakar kesadaran diri terhadap toleransi kepada orang lain.

Sewaktu mau keluar dari kos-kosan, saya sebenarnya agak beart juga. Kosan itu hanya 20 menit dari kantor saya. Apalagi Mbak Mimin, yang jaga kos-kosan itu juga baik. Ia rajin merawat dan membereskan kamar kos saya setiap kali saya pergi ke kantor. Jadi jika saya pulang kantor, kosan itu sudah bersih lagi. Rasanya meninggalkan kos-kosan dengan segala kenyamanan itu agak berat. Apalagi kontrakan petak saya yang baru jaraknya hampir satu jam lebih ke kantor, belum kalau kejebak macet di sekitaran pinggir tol kebun jeruk. Saya malah jadi sering datang lebih telat dari biasanya sejak menempati kontrakan petak itu.

Pindah ke kontrakan petak yang saya cari semula adalah privasi. Tentunya dengan harga dua setengah kali lipat lebih murah dari kos-kosan, juga saya harapkan mampu membuat kantung keuangan saya tidak gampang limbung. Tapi keluar dari kosan itu artinya saya harus melepaskan semua kenyamanan dalam hal kepemilikan barang. Masuk ke kosan itu saya hanya membawa baju dan badan saja. Semuanya tersedia. Sementara pindah ke kontrakan petak membuat saya harus putar otak untuk membeli barang-barang penunjang untuk mengisi kontrakan itu. Saya membeli semuanya mulai dari kasur sampai peralatan dapur. Dan itu membuat kantung keuangan saya sempat minus seminus-minusnya. Saya harus cari pinjaman untuk menambal kantung keuangan saya. Tapi setidaknya saya jadi punya barang-barang sendiri sekarang.

Kontrakan itu memang hanya terdiri dari tiga ruangan. Dan ruangan-ruangannya tidak cukup besar untuk saya dapat leluasa mengatur barang-barang agar rapih dan efisien. Memang sampai sekarang masih belum rapih, karena dengan ruangan yang terbatas ternyata sulit mengatur barang-barang saya yang ternyata bila dilihat untuk ruangan sekecil itu jadi begitu banyak dan padat. Keresahan mulai melanda saya karena kontrakan petak itu ternyata hanya memiliki satu aliran listrik yang dibagi bersamaan dengan tiga pintu kontrakan lainnya. Itu artinya saya harus pintar-pintar mengatur aliran listrik yang akan saya gunakan atau saya akan membuat listrik menjadi mati jika alirannya terlalu berlebihan. Belum lagi aliran air yang terletak di luar pintu yang membuat saya harus sering bolak-balik keluar untuk sekadar menyalakan dan mematikan aliran air. Hal ini hampir sama dengan keadaan dapur yang ada di kosan saya yang lama. Bedanya, kali ini yang diluar adalah stacker listriknya. Karena peraturannya air tidak bisa dinyalakan dalam waktu lama, selesai pakai, ya harus matikan. merepotkan.

Ruangan ventilasi yang terbatas juga membuat kontrakan petak saya menjadi begitu sumpek. Setiap saat saya harus berada di depan kipas angin kecil saya hanya untuk menghindari pengap dan keringat yang akan mengucur karena udara yang panas. Belum lagi kondisi dapur yang demikian mungil. Manusia memang tidak pernah puas saya akui. Tapi jika kau menempati sebuah bangunan dimana banyak minus daripada lebihnya, apakah kau akan bertahan disana untuk waktuyang lama? Saya tidak mau selalu harus berkucur keringat setiap kali selesai memasak. Atau harus selalu ada didepan kipas setiap saat. Atau harus repot menggerunderl setiap kali tengah mandi lalu air mati karena ada yang mematikan di depan. Dan harus tergopoh-gopoh keluar kontrakan untuk sekadar menyalakan air. Atau yang lebih parah menghadapi banyaknya kecoa yang mulai lebih sering muncul. Belum lagi remahan beton yang tidak rapih yang harus memenuhi meja masak saya. Atau lagi setiap pagi mendengarkan musik yang selalu di setel dengan volume poll dengan musik yang tidak kalah poll noraknya. Saya rasa sudah cukup.

Maka saya sedikit berharap ketika melihat plang DIKONTRAKKAN terpampang di depan rumah mungil nan bersih itu, saya tentu langsung naksir. Gimana nggak, rumah itu terlihat bersih walau mungil, dan kelihatannya memang baru di renovasi. Maka saya mengusahakan untuk dapat menempatinya. Uang kontrak satu tahun yang hampir sepuluh juta membuat saya pusing tujuh keliling. Tapi saya menginginkan rumah itu. Saya ingin ada peningkatan. Setidaknya, lepas dari padatnya petakan dan bising, serta pengap, dan terutama keterbatasan tempat. Jadi.. saya hanya tinggal menunggu hari sampai masa kepindahan. Jadwalnya sih sementara rencana akan mulai pindah pada sabtu ini. Artinya.. H minus 5 menuju kepindahan. Can't wait!


Saya harus mulai mencari kardus untuk mulai perlahan packing, dan keribetan lainnya perlahan akan dimulai
Source




Senin, 21 Mei 2012

Pindahan .. lagi

Saya mungkin memang ditakdirkan untuk terlahir dengan selalu berpindah tempat. Setidaknya, saya merasakan hidup nomaden dari satu tempat ke tempat yang lain selama beberapa kali hingga terakhir ini. Tidak punya rumah, atau tempat tinggal yang pasti dan selalu hidup di dalam lingkup ruang yang dimiliki orang lain. Bahkan tinggal bersama ibu saya pun saya masih juga merasa menumpang.

Dan ini adalah rencana kepindahan saya yang kesekian kalinya. Saya menemukan satu rumah. Ya, rumah. Memang mungkin tidak akan menjadi tempat persinggahan terakhir saya menghabiskan masa tua, karena rumah ini adalah calon kontrakan baru saya. Saya menyebutnya rumah, dan bukan kontrakan. Karena walaupun memang saya belum mampu membelinya selain dengan cara menyewa, tapi setidaknya ini adalah rumah. Hunian yang sesungguhnya. Bukan hanya bangunan yang terdiri dari tiga ruangan dengan satu pintu dan terletak di gang sempit padat penduduk. Ini adalah rumah yang terdiri dari beberapa pintu, dengan ruangan yang lebih dari tiga, dan posisinya tidak memanjang. Ini adalah sesungguhnya yang disebut rumah.

Ada pagar, halaman, ruang tamu, ruang keluarga, dua kamar tidur, juga dapur dan kamar mandi. Rumah kan? Alih-alih hanya petakan ruangan yang biasanya dijejali berbagai barang pada ruangan pertama, dan tempat tidur di ruangan kedua, serta dapur yang menyatu dengan kamar mandi.. saya akan pindah ke sebuah bangunan yang lebih layak untuk ditinggali. Memang harganya sedikit mahal bila saya harus memikirkan untuk membayar sendiri tagihan listrik dan airnya. Tapi setidaknya harga sewanya tidak lebih mahal dari kontrakan tiga petak yang saat ini saya tengah tinggali. Memang akan membuat jarak saya ke kantor menjadi lebih jauh, tapi setidaknya jarak saya dengan ibu menjadi lebih dekat. Saya mungkin akan sering menggerutu karena kelelahan di setiap perjalanan ke dan dari kantor, tapi setidaknya di rumah yang akan saya tinggali nanti akan lebih luas udaranya. Lebih sehat. Dan lebih nyaman.

Sebentar lagi.. saya akan bersibuk ria mengeluarkan biaya yang lumayan lagi untuk kepindahan saya. Tapi selama satu tahun kedepan saya akan sedikit tenang menata keuangan saya yang masih juga belum menemukan titik keseimbangan yang sempurna. Dan untuk menutup sewa rumah selama satu tahun ini akan membuat keuangan saya semakin limbung. Tapi saya mengharapkan kenyamanan, dan ketenangan. Dan juga ini adalah rumah. Yeay!


Bukan ini sih rumah yang akan saya tempati, tapi saya mengharapkan senyaman seperti di gambar ini :)
Source




Kamis, 17 Mei 2012

Bernapas lega, sementara

Saya hanya harus bertahan sedikit lagi. Tetap kuat. Tetap konsisten. Dan seharusnya saya sudah berhenti mengeluhkan kondisi saya. Apapun keadaannya. Ini adalah pilihan saya. Saya sudah dapat bertahan sampai sejauh ini. Masa iya saya akan menyerah begitu saja. Tanpa menghasilkan apa-apa. Tidak akan!

Biarkan saja mereka bicara sesuka mereka. Biarkan saja mereka berpikiran apapun tentang saya. Dan akan kubiarkan mereka terus saja melampiaskan kebahagiaan mereka dengan menjadikan saya sebagai fokus objeknya. Saya akan mencoba tak peduli. Toh saya sudah pernah melakukannya. Dan saya pernah bisa melaluinya. Masa iya saya akan begitu saja takluk karena hal yang pernah saya bisa lalui sebelumnya. Jangan harap!

Saya memang belum bisa pergi sekarang. Karena masih banyak yang saya butuhkan. Setidaknya untuk bertahan hidup. Maka saya akan bertahan didalam kekacauan ini. Karena saya masih harus mengemis setiap bulannya. Karena saya masih lemah. Untuk itu saya harus berlatih.

Berikan semua pada saya. Saya akan terima dan olah sampai kalian akhirnya menyadari betapa krusial kehilangan saya nanti. Iya, saya memang hendak menyombongkan diri. Saya hendak menantang kalian untuk bertubi-tubi menyiksa saya. Saya akan tahan semuanya. Dan mungkin setelah saya telan, saya akan muntahkan semua itu ke hadapan kalian dalam bentuk paling indah yang mampu membuat kalian melongo. Iya, saya hendak menyombong.

Keadaan gila ini akan berakhir dengan baik. Sabar saja.. saya hanya perlu lebih banyak berpikir positif dan menghentikan tangis. Setidaknya tidak untuk sekarang. Disaat saya hampir menerima apa yang seharusnya saya terima. Maka bertahanlah sebentar saja. Sebentar lagi. Berdoalah.. aku. Tidak akan lama sampai saat itu tiba. Tidak akan lama..
...


Situasi dikantor ini semakin menyesakkan!
Untunglah besok libur panjang, saya bisa sedikit bernapas lega. Sementara.


Source

Rabu, 16 Mei 2012

Mozaic: old friend story

"Jangan sama dia!"

Rasanya ingin meneriakkan kalimat itu keras-keras di telinganya. Biar dia tahu bahwa wanita itu tidak pantas untuknya. Memang tidak pantas. Bagaimana mungkin ia yang begitu tampan dan berwibawa akan menghabiskan sisa umur dengan wanita model seperti itu?

"Why?"

Saya tahu saya harus banyak berdebat dengannya ketika pertanyaan itu meluncur dari mulutnya. Dan saya akan kehabisan kata karena sulit sekali meyakinkannya. Bahwa insting saya mengatakan ia tidak cocok untuknya. Bahwa perasaan saya mengatakan ia hanya dimanfaatkan olehnya. Bahwa ia bukanlah seperti wanita yang ia pikirkan selama ini.

"But you got no prove."

Dan itu akan keluar juga dari mulutnya untuk menampik semua kalimat argumen saya. Argumen yang tidak berdasar katanya. Bahwa kemudian saya hanya bisa mendelik marah padanya.

"Terserah!"

Saya mungkin akan berakhir dengan kalimat itu. Melepaskan semuanya dan menyerahkan semua keputusan padanya. Karena bagaimanapun saya memang hanya baru beberapa kali bertemu dengannya. Dulu. Dan berita selanjutnya adalah mendengar rencana pernikahannya. Tentu saja saya mencak-mencak. Kalau bisa bahkan ingin menggeretnya meninggalkan pelaminan ketika prosesi acara akan dimulai.

...

"No prove at all but feeling, and those are true. Gue kagum!"
"Tapi lo kecewa juga kan?"
"Lo nggak tau betapa gue sayangnya sama dia."
"Really?"
"Sial!"

...

Semuanya gagal. Jadi saya tidak harus menyiapkan kalimat 'Kan gue udah bilang waktu itu..' padanya. Mungkin luka hatinya akan lama sembuh, tapi paling tidak.. tidak selamanya luka itu akan mengendap di dalam hatinya. Setidaknya sampai ia yang menjadi jodohnya muncul nanti.


You know what? You better go fishing some more girls, there's plenty outside. I bet you'll find the best match oneday pal!
source


Potongan percakapan dengan teman lama.. Saya yakin ia akan bahagia nanti. Setidaknya saya tahu ia tidak akan bahagia dengan wanita itu. Toh sudah terbukti, ia meninggalkannya begitu saja setelah mengetahui orang tua teman saya itu bangkrut.

Senin, 14 Mei 2012

Fighting!

Berjualan itu tidak mudah. Banyak yang perlu dipersiapkan, terutama mengenai kerugian. Saya harus banyak belajar untuk mengasah semangat agar tidak mudah kendur. Dan mencari - cari ide untuk dapat meningkatkan profit itu ternyata membuat pusing bukan kepalang. Saya sempat mengalami stress akut yang mengakibatkan seringnya sakit kepala saya kambuh, malah sampai membuat sariawan saya ada empat sekaligus! Dan itu mengerikan. Bahkan sampai saat ini saya masih dapat merasakan sisa-sisa sariawan yang belum juga menandakan sembuh.

Mencari supplier pakaian yang mampu diajak bekerja sama dengan jujur dan menghadirkan bahan yang berkualitas bagus dengan harga terjangkau mungkin hanya mimpi. Membuat semua barang dagangan laku tanpa ada stock yang menumpuk, mungkin juga hanya mimpi. Apalagi mampu mengelola semua kegiatan sampingan demi mendapatkan uang tambahan selain gaji bulanan yang diterima dari hasil kerja kantoran, mungkin juga hanya mimpi. Tapi bukankah semua itu dimulai dari mimpi? Sukses juga mungkin masih jauh, tapi yang penting saya berusaha.

Barang yang kami (usaha saya dengan teman saya) ini mungkin bukan barang yang dapat ditemui di mall besar seperti Grand Indonesia maupun Plaza Indonesia, tapi paling tidak kami berusaha memberikan barang yang memiliki kualitas memadai sehingga mampu digunakan untuk jangka waktu yang cukup lama. Tentunya dengan perawatan yang semestinya.

Jadi, bila ingin mengetahui lebih banyak mengenai produk kami, silahkan berkunjung di web kami yang masih menggunakan penyedia jasa gratisan karena keterbatasan dana:
  • www.tokopedia.com/egav-collection (penyedia jasa ini sering down servernya sehingga membuat kami jadi sulit melakukan update barang baru )
  • www.egav-collection.tokobagus.com
  • www.facebook.com/egav.collection
Silahkan berkunjung, walau hanya melihat-lihat atau hanya sekadar bertanya tentunya telah membuat kami senang. Apalagi bila ada yang membeli. Hehehe..

Fighting!

Usaha ini seperti bunga yang masih kuncup, semoga bisa mekar seperti bunga yang disebelahnya ;)
Source

 

Kamis, 03 Mei 2012

And we'll always be there

"Kita berangkat dari teman, Ems.."

...

Saya tahu saat itu seharusnya saya menitipkan beberapa pesan untuknya. Sekadar untuk menjaganya. Karena saya tahu betapa akan terpukulnya ia dengan keputusan saya. Tapi keadaan waktu itu sungguh sangat tidak menguntungkan kami berdua. Ia dengan segala pemikirannya. Dan saya dengan segala ketakutan saya.

Maka. Saya memilih. Dan ini bukanlah pilihan mudah. Saya juga tahu bahwa ia sangat tersakiti dan menderita. Mungkin. Karena bila tidak, saya tidak akan merasa sebersalah ini. Tapi pilihan sudah ditentukan. Dan saya hanya harus menjalani dan menerima segala konsekuensinya. Begitupun ia. Mungkin ia tidak membenci saya, tapi yang jelas, kontak kami berhenti begitu saja. Saya yang lebih dulu meninggalkannya. Lihat betapa angkuh dan kejamnya saya memperlakukannya. Juga mereka yang saya bilang saya sayangi. Saya meninggalkannya begitu saja. Bahkan tanpa penjelasan.

Dalam hati saya, tentu saja saya mengharapkan ia mengerti. Mungkin ia marah. Mungkin ia kesal. Mungkin ia membenci saya sampai tidak mau lagi komunikasi, bertemu, atau bahkan mendengar berita apapun tentang saya. Atau mungkin saja tidak. Entahlah. Berada jauh darinya, tanpa mendengar kabar apapun tentangnya, bahkan sekadar apakah ia menjaga ritme makannya, tentu membuat saya berpikiran tentangnya.

Sudah saya coba berbagai cara untuk menyingkirkan kenangan tentangnya. Tapi mengingatnya hanya akan membuat dada saya bergemuruh lagi. Sakit. Dan kebaikan untuk hati saya ini mungkin memang tidak mendengar berita tentangnya dalam bentuk apapun. Bahkan mungkin bila ada kesempatan untuk bertemu dengannya, saya hanya harus menghindarinya. Atau hati saya luluh, dan saya akan kambuh lagi seperti dulu.

Ini memang bukan penyakit. Tapi ini tetap kronis, dan menjadi demikian ganasnya jika sudah kambuh. Melumpuhkan sendi-sendi otak saya. Membuat dada saya merasa haus oksigen. Dan menyiksa. Maka saya telah memilih. Dan saya harap ia mengerti. Mungkin tidak. Saya sudah tidak mampu lagi menebaknya. Karena kami jauh. Karena sudah tidak ada lagi hubungan itu. Semua sudah berakhir. Selesai. The end. Tamat. Period. Titik.


...

Benar, Jo. Kita berangkat dari teman. Bukankah seharusnya memang kita tetap bisa berteman? Mungkin nanti ada saatnya untuk pertemanan kita ini. Yang lebih menyenangkan dan tidak menyakitkan.



We were friends, best friends and more.. and i hope that even things changed, we'll always be.. Be there
Source
 

Rabu, 02 Mei 2012

Dear, friend

Untukmu..
Selamat ulang tahun,

Kau tahu teman, biasanya aku memilih untuk memberi penjelasan padamu untuk setiap janggal yang muncul dalam benakmu tentang kita. Tapi kali ini berbeda. Kau telah memiliki kehidupanmu sendiri. Dengan dunia kecilmu bersama orang-orang tercintamu. Dan jarak itu semakin lama semakin membentang diantara kita.

Aku ingat dulu sering berharap bahwa kita akan terus saling berpegangan tangan erat, ber-empat. Ya, mimpi itu masih menggantung jelas dalam benakku. Tapi aku memilih diam saja ketika pikiranmu terbang kemana-mana dengan liarnya, sendirian. Bahkan sudah selesai juga kontak kita, sampai hari ini.

Aku mengerti kekecewaanmu. Tetapi akan dimengertikah kekecewaanku olehmu? Dan bila kau benar sahabatku, maka tidak seharusnya kalimat itu meluncur dari bibirmu. Setidaknya itu menurutku. Maafkan aku yang naif ini. Hanya mengira bahwa sahabat adalah orang yang paling mampu mengerti kita, bahkan sahabat adalah orang yang menjaga kita, dan menerima kita apa adanya.

Baiklah kupikir aku telah salah mengira mengharapkanmu akan memiliki pemikiran sepertiku. Tapi, sekali lagi.. selamat ulang tahun.. sayang..


Our memory, aku masih ingat betul bagaimana akrabnya kita dulu. Ya, dulu.
Source

Selasa, 01 Mei 2012

May day

Bad day.
Bad feeling.
What a May.
Such hurting.
-Mine-
...


Aku menerima keluhanmu. Yang kau sembunyikan dalam setiap artikel yang kau kirimkan pada emailku. Lalu untuk apa aku bertanya ketika jawabanmu tentu sudah kuketahui. Aku tidak akan sakit, karena bukanlah orang yang kusayang yang menyampaikan keluhan itu. Tetapi sesak ini tentu tidak mampu membohongiku. Karena kaulah yang nyata-nyata telah kupilih yang menyembunyikan keluh dan complaint itu melalui artikelmu. Katakan bagaimana aku harus bersikap menghadapi sikap manis yang kau tunjukan dihadapanku, tetapi dibelakang kau menyembunyikan keluh?

Rasanya semakin sulit membuatmu mengerti. Bukan hanya bagaimana membuatku bisa bicara dan mengungkapkan apa yang kurasa. Tapi bagaimana membuatku merasa nyaman untuk mengungkapkan itu semua padamu. Dan kau selalu gagal. Setiap kali aku merasa mulai bisa membuat diriku nyaman, kau merusaknya

Aku tentu tidak berusaha menyalahkanmu. Tapi aku memang kesal. Karena kepercayaan itu sulit sekali kubangung atasmu. Dan aku merasa begitu payah tidak mampu mempercayaimu.

Aku sangat kesal!


Source


Btw, selamat hari buruh, semoga masa depan selalu menjadi lebih baik :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...