Rasanya ingin meneriakkan kalimat itu keras-keras di telinganya. Biar dia tahu bahwa wanita itu tidak pantas untuknya. Memang tidak pantas. Bagaimana mungkin ia yang begitu tampan dan berwibawa akan menghabiskan sisa umur dengan wanita model seperti itu?
"Why?"
Saya tahu saya harus banyak berdebat dengannya ketika pertanyaan itu meluncur dari mulutnya. Dan saya akan kehabisan kata karena sulit sekali meyakinkannya. Bahwa insting saya mengatakan ia tidak cocok untuknya. Bahwa perasaan saya mengatakan ia hanya dimanfaatkan olehnya. Bahwa ia bukanlah seperti wanita yang ia pikirkan selama ini.
"But you got no prove."
Dan itu akan keluar juga dari mulutnya untuk menampik semua kalimat argumen saya. Argumen yang tidak berdasar katanya. Bahwa kemudian saya hanya bisa mendelik marah padanya.
"Terserah!"
Saya mungkin akan berakhir dengan kalimat itu. Melepaskan semuanya dan menyerahkan semua keputusan padanya. Karena bagaimanapun saya memang hanya baru beberapa kali bertemu dengannya. Dulu. Dan berita selanjutnya adalah mendengar rencana pernikahannya. Tentu saja saya mencak-mencak. Kalau bisa bahkan ingin menggeretnya meninggalkan pelaminan ketika prosesi acara akan dimulai.
...
"No prove at all but feeling, and those are true. Gue kagum!"
"Tapi lo kecewa juga kan?"
"Lo nggak tau betapa gue sayangnya sama dia."
"Really?"
"Sial!"
...
Semuanya gagal. Jadi saya tidak harus menyiapkan kalimat 'Kan gue udah bilang waktu itu..' padanya. Mungkin luka hatinya akan lama sembuh, tapi paling tidak.. tidak selamanya luka itu akan mengendap di dalam hatinya. Setidaknya sampai ia yang menjadi jodohnya muncul nanti.
You know what? You better go fishing some more girls, there's plenty outside. I bet you'll find the best match oneday pal!
source |
Potongan percakapan dengan teman lama.. Saya yakin ia akan bahagia nanti. Setidaknya saya tahu ia tidak akan bahagia dengan wanita itu. Toh sudah terbukti, ia meninggalkannya begitu saja setelah mengetahui orang tua teman saya itu bangkrut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar