Memang mengerti itu tak mudah. Apalagi bila dengan emosi.
Yang ada hanya mau marah karena kesal berkepanjangan, bukan? Lalu hari itu datang
juga. Mungkin diantara kesalmu pada setiap alpaku karena kedua jari ini masih
kurang sempurna untuk kugunakan. Maka aku bebas tugas selama hampir dua minggu.
Atau lebih.
Tepatnya ketika aku beberapa kali mengesampingkan hal yang
biasa ku kerjakan. Mencuci beberapa pakaian kotor itu misalnya. Karena aku
tidak leluasa menggunakan satu tanganku untuk mengucek hasil rendaman. Dan
karena keterbatasanku demi menjaga agar luka ini cepat sembuh, maka aku pun
mengistirahatkan dua jemari di tangan kananku. Memangnya mudah mencuci dengan
satu tangan? Lalu alih-alih cucian piring yang menumpuk itu, kau tahu itu sama
sekali bukanlah sudut kesukaanku. Aku mana pernah membiarkan cucian kotor
menumpuk seperti itu.
Tapi saat itu aku absen. Karena aku kesulitan menggunakan
tangan kiriku untuk mengusapkan sabun demi melindungin jemari di tangan kananku
yang jika lukanya terkena air maka akan cepat lembab. Aku tidak merasa begitu
lihai menggunakan tangan kiriku untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih leluasa
dan terbiasa digunakan dengan tangan kanan.
Seminggu itu aku tengah kesakitan. Kau lihat sendiri
bagaimana tidurku tak nyenyak diantara rembesan darah menstruasiku. Lalu ketika
aku membebaskan diri dari rutinitas sahur. Karena aku memang membutuhkan
istirahat lebih.
Dan aku tidak perlu harus menerima kalimat keras dan kesal
darimu hanya karena aku memilih untuk tetap tidur saat waktu sahur makin
menipis. Karena aku memang butuh istirahat. Sudah kukatakan bahwa kepalaku
sakit, maka aku tertidur lebih awal. Aku pun tak akan diam saja melihat keadaan
berantakkan disana sini jika saja aku bisa menggunakan kedua tanganku dengan
leluasa. Seperti pernahkah kau melihat aku membiarkan beberapa barang
berserakan demikian saja dan hanya menoleh acuh?
Lagi, kau lukai perasaanku. Lagi, kau lempar jatuh kepercayaan yang tengah ku bangun. Dan aku hanya akan diam saja.
Tak akan kau temukan aduanku pada siapapun. Bahkan pada diriku sendiri. Aku
hanya akan diam. Tak merasa perlu menjelaskan karena kalimatmu sudah cukup
menudingku. Bahkan kau juga acuh.
Karena aku terlanjur tersakiti oleh nada bicaramu. Karena aku terlanjur mendengar kosakata kalimat dalam bahasa yang kau gunakan. Kemudian aku kecewa. Bagaimana kau sepertinya telah melupakan satu hal: bagaimana memperlakukanku selayaknya.
Karena aku terlanjur tersakiti oleh nada bicaramu. Karena aku terlanjur mendengar kosakata kalimat dalam bahasa yang kau gunakan. Kemudian aku kecewa. Bagaimana kau sepertinya telah melupakan satu hal: bagaimana memperlakukanku selayaknya.
Maka ku biarkan juga sama sepertimu.
Aku rapuh dan cengeng, tapi bukan berarti kau bisa mengejekku sesukamu Source |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar