Rabu, 08 Agustus 2012

Maka ku biarkan saja sama


Memang mengerti itu tak mudah. Apalagi bila dengan emosi. Yang ada hanya mau marah karena kesal berkepanjangan, bukan? Lalu hari itu datang juga. Mungkin diantara kesalmu pada setiap alpaku karena kedua jari ini masih kurang sempurna untuk kugunakan. Maka aku bebas tugas selama hampir dua minggu. Atau lebih.
 
Tepatnya ketika aku beberapa kali mengesampingkan hal yang biasa ku kerjakan. Mencuci beberapa pakaian kotor itu misalnya. Karena aku tidak leluasa menggunakan satu tanganku untuk mengucek hasil rendaman. Dan karena keterbatasanku demi menjaga agar luka ini cepat sembuh, maka aku pun mengistirahatkan dua jemari di tangan kananku. Memangnya mudah mencuci dengan satu tangan? Lalu alih-alih cucian piring yang menumpuk itu, kau tahu itu sama sekali bukanlah sudut kesukaanku. Aku mana pernah membiarkan cucian kotor menumpuk seperti itu. 

Tapi saat itu aku absen. Karena aku kesulitan menggunakan tangan kiriku untuk mengusapkan sabun demi melindungin jemari di tangan kananku yang jika lukanya terkena air maka akan cepat lembab. Aku tidak merasa begitu lihai menggunakan tangan kiriku untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih leluasa dan terbiasa digunakan dengan tangan kanan.
Seminggu itu aku tengah kesakitan. Kau lihat sendiri bagaimana tidurku tak nyenyak diantara rembesan darah menstruasiku. Lalu ketika aku membebaskan diri dari rutinitas sahur. Karena aku memang membutuhkan istirahat lebih.

Dan aku tidak perlu harus menerima kalimat keras dan kesal darimu hanya karena aku memilih untuk tetap tidur saat waktu sahur makin menipis. Karena aku memang butuh istirahat. Sudah kukatakan bahwa kepalaku sakit, maka aku tertidur lebih awal. Aku pun tak akan diam saja melihat keadaan berantakkan disana sini jika saja aku bisa menggunakan kedua tanganku dengan leluasa. Seperti pernahkah kau melihat aku membiarkan beberapa barang berserakan demikian saja dan hanya menoleh acuh?

Lagi, kau lukai perasaanku. Lagi, kau lempar jatuh kepercayaan yang tengah ku bangun. Dan aku hanya akan diam saja. Tak akan kau temukan aduanku pada siapapun. Bahkan pada diriku sendiri. Aku hanya akan diam. Tak merasa perlu menjelaskan karena kalimatmu sudah cukup menudingku. Bahkan kau juga acuh.

Karena aku terlanjur tersakiti oleh nada bicaramu. Karena aku terlanjur mendengar kosakata kalimat dalam bahasa yang kau gunakan. Kemudian aku kecewa. Bagaimana kau sepertinya telah melupakan satu hal: bagaimana memperlakukanku selayaknya.

Maka ku biarkan juga sama sepertimu.



Aku rapuh dan cengeng, tapi bukan berarti kau bisa mengejekku sesukamu
Source



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...