Aku bisa mengatasi sendiriku. Jika aku kesepian, nanti.
Sungguh mungkin aku akan sedih ketika kau pergi. Tapi aku pun
bersungguh-sungguh ketika mengatakan bahwa kau pergilah. Lagipula sudah dua
lebaran aku menahanmu dari kedua kakek nenekmu. Juga ketika kau membiarkan
orang tuamu menempuh perjalanan mereka tanpamu.
Dan aku sungguh berterima kasih atas kebaikanmu memilih
untuk menemaniku melewati sisa ramadhan dan menyambut lebaran yang akan
berjalan sepi nanti. Tetapi tidaklah lebih baik daripada perlahan mengetahui
bahwa kau pun sesungguhnya ingin mengunjungi mereka, serta mengawal kedua orang
tuamu yang mulai sepuh.
Aku memang tak akan kemana pun. Lagipula tak ada tempat
untukku berlabuh kemudian. Aku akan mendekam dalam rumah itu. Sendiri. Dengan
diriku saja. Menikmati riuh ramainya bulan suci dan hari perayaan dalam sepiku.
Itu jika kau pergi. Mungkin aku akan berkunjung. Simbah putri tentu juga akan
menerima kedatanganku. Tapi tentu aku juga lebih baik menghindari omongan itu.
Ketika kau tak ada, atau bahkan ketika aku harus menemui tuan itu. Tidak akan.
Jika ku katakana aku tak mau menemui sanak saudaramu yang
telah meninggalkan trauma kelam dalam kenangan sisa hidupku, maka aku benar
menolak. Dan itu berlaku untuk tuan itu. Yang entah sampai kapan ketika maaf
ini sudah tak menjadi masalah, malah kenangan pahit yang tidak mau pergi dari
kepalaku.
Aku tahu, seharusnya aku menjadi muslimah yang baik.
Muslimah yang ber-akhlak mulia. Menyunjung tinggi pengertian dan memiliki
kesabaran tiada berbatas, serta pemakluman tak bertepi. Namun aku juga hanyalah
manusia biasa. Aku memiliki keterbatasan dan kekuranganku sendiri. Yang tidak
mungkin dapat dibandingkan dengan siapapun yang ada dalam benakmu.
Dan sungguhpun aku tidak ingin sendirian dalam menyambut
perayaan di akhir ramadhan nanti, namun aku juga tak mungkin menjadi penghalang
antara kau dan keluarga besarmu. Terutama ketika aku mengetahui dengan pasti
betapa rindu kau pada mereka.
Sudah barang pasti sabuk keuangan itu memang begitu
membuatku khawatir. Terlebih ketika aku juga harus memikirkan bagaimana
membantu menutup hidup orang tuamu, dan bagaimana mempertahankan hidupku, juga
dirimu. Kau sungguh tahu masa –masa sulit itu. Bukan hanya sekadar trauma pahit
yang ingin dapat kulupakan, namun jelas banyak hal yang akan menanti kita di
depan nanti. Dan itu lebih penting daripada mempertahankan tradisi pulang kampong
bersama segerombolan penduduk lain yang melakukan tradisi yang sama. Yang
bahkan mungkin hanya akan ada di Negara ini.
Entahlah. Sudahlah.. kau mau pergi menemani mereka kau
pergilah. Aku juga tak akan kemana-mana. Lebih senang ada teman dalam sepiku,
tapi sendiripun tak apa. Aku akan dapat melaluinya. Sungguh aku pernah
melaluinya. Aku tak ingin mereka menambahi julukan padaku lagi nantinya.. karena tentu saja bebanmu akan menjadi semakin berat nantinya.
Jika sepi nanti, aku akan mencari keramaianku sendiri Source |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar