Bahkan bertemanpun aku masih merasa tidak memiliki teman
Sunguhpun aku tak tahu dimana letak salahku,
Lagi
-Mine-
Aku hanya berusaha baik. Meladeni setiap ucapan kalian. Lalu
juga setia mendengarkan curahan hati kalian. Mencoba memberi semangat saat
salahs atu dari kalian merasa sedih. Menjadi salah satu bagian dari perkumpulan
rutin kalian. Dan itu kurasakan masih juga kurang. Ada yang hilang disini.
Dihatiku.
Aku tidak suka bergosip. Tidak bisa bergosip tepatnya. Pun
meskipun bisa, aku tetap tidak akan melakukannya karena aku tidak suka.
Membicarakan orang lain. Menggunjingkan hal yang tidak penting dan bukan urusan
kita. Aku tak pernah merasa harus menjadi suka dan bisa bergosip. Maka aku diam
saja diantara kalian. Dan itu membuatku merasa direndahkan. Kalian jadi tak
pernah melihat keberadaanku. Karena aku merasakannya.
Tak ada diantara satupun kalimatku yang akan kalian timpali.
Bahkan jika suatu saat aku tak ada disana, kalian mungkin juga tak akan pernah
menyadari ketidakberadaanku. Apalagi menanyakkan.
Karena aku tidak heboh. Aku tidak suka heboh. Aku tidak suka
menambahkan keramaian yang telah ada. Dan aku lebih banyak diam. Mendengarkan.
Mengamati. Tapi selalu ada. Dan tak pernah kalian sadari.
Aku juga tidak suka membicarakan mana pria paling tampan
dikantor. Mana pria yang bisa di taksir.
Ataupun mana pria yang bisa dijadikan incaran untuk membangun masa depan nyaman
karena kekayaannya. Aku tidak pernah merasa perlu melibatkan diri dalam
percakapan murah tersebut. Maka aku diam saja. Mendengarkan. Mengamati. Dan
lagi tak pernah kalian sadari.
Kalian jika sadari, tak pernah sekalipun keluar dari mulutku
sikap manja dan genit itu ditengah kalian. Karena aku sadar harus menjaga
harkat dan derajatku dihadapan siapapun. Apalagi bila ada pria disana. Maka aku
diam saja. Dan kalian tidak peduli.
Percuma saja memberitahu kalian apa yang salah. Bahwa
bergunjing itu salah. Bahwa membicarakan yang bukan menjadi urusan kita itu
salah. Dan bahwa bergenit-genit itu salah. Karena kalian tidak memiliki
pemikiran sepertiku. Jadi kubiarkan saja. Bahkan ketika kalian mengejek
penampilanku yang kalian anggap tidak seksi karena tidak menonjolkan lekuk
tubuh, aku diam saja. Karena percuma memberitahu kalian apa itu arti muslim
dengan jilbab. Karena para perempuan muslim yang ada diantara bagian
perkumpulan kita tidak menunjukkan contoh yang baik untuk dapat kalian mengerti
apa makna jilbab yang mereka pakai. Dan diam mungkin jawaban terakhirku. Karena
sungguhpun telah kujelaskan makna pakaian muslimahku tetap kalian tidak akan
mengerti. Dan mencemooh dalam hati.
Aku sungguh tahu. Usia muda kalian mungkin mempengaruhi.
Namun bukan berarti pemikiran muda kalian mengambil alih seluruh kontrol
kehidupan kalian. Aku mungkin telah lelah mencoba memberitahu bahwa muslimah
tidak mengenakan pakaian yang akan menonjolkan lekuk tubuh. A[alagi bila kalian
berjilbab. Yang terjadi malah sebaliknya. Celana jeans yang dipakai sekatat
mungkin, atasan dengan tangan 7/8 tanpa menggunakan dalaman sehingga sebagian
lengan terlihat. Bahkan pemakian kerudung atau jilbab yang terlihat hanya
sebagai penutup kepala. Lalu apalah arti puasa jika kalian tidak pernah
sekalipun melakukan ibadah sholat?
Baiklah sholatku belum benar. Cara berpakaianku juga belum
benar. Dan mungkin juga sikap serta sifatku belum benar. Namun aku berusaha
memperbaiki diri. Dan mampu menahan diri. Setidaknya sampai saat ini. Aku belum
sekalipun terpancing untuk bergunjing, menggoda para pria yang lalu lalang di
lobi itu. Dan segala sikap yang tidak seharusnya diperlihatkan oleh wanita baik
pada umumnya. Karena sungguhpun aku tidak ingin orang memandang rendah derajat wanita
apalagi aku termasuk didadalamnya.
Aku sungguh merasa terasing. Berkumpul dengan kalian menjadi hanya sekadarnya saja. Karena aku tak pernah merasa dianggap. Dan dalam hati kalian tak pernah menanggapku. Akulah yang salah menilai kalian. Bukan. Bukan aku yang salah. Karena kesan pertama terhadap kalian ternyata sudah lama kucoba singkirkan. Dan kesan pertama yang buruk itu ternyata benar. Sungguhpun aku seharusnya (lagi) mempercayai naluriku.
…
Payahnya saya. Benar-benar tidak bisa berteman dengan
makhluk wanita. Payah! Benar saja saya lebih baik bertaman dengan teman laki-laki saja. Atau sendiri lebih baik.
Source |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar