Jumat, 20 Juli 2012

Behind the story

Saya tidak perlu jadi orang baik maupun orang benar
Karena saya hanya perlu menjalankan peran saya di bumi
Semampu saya
Tuhan tahu itu
-mine-
...

Sungguh saya tidak bohong jika saya pernah begitu malasnya menjalankan ibadah. Bahkan saya seringkali kalah beberapa langkah dari adik saya yang pertama. Ia begitu rajin beribadah, bahkan lebih dulu mengenakan jilbab dibanding saya. Maka ketika itu saya hanya ingin menjadi lebih baik dalam ibadah saya. Bukan ingin menyamai ataupun menjadi lebih baik dari adik saya. Ibu saya sendiri tidak pernah menyuruh saya untuk berjilbab. Entah kenapa. Tetapi beliau juga tidak pernah menekankan pentingnya beribadah kepada saya. Mungkin simbah saya yang agak terlalu mendorong saya untuk beribadah dengan takun. Simbah kakung saya, lebih tepatnya.

Ibu terlalu sibuk untuk mencari nafkah demi menyambung hidup saya yang saat itu dititipkan oleh simbah sesudah perpisahannya dengan Bapak. Maka saya lepas dari pengawasan ibu. Hanya sedikit memori yang saya ingat mengenai tinggal dengan simbah saya. Simbah kakung yang seringkali mengantarkan saya sekolah SD dengan sepeda ontelnya. Simbah putri yang yang berusaha menambah penghidupan dengan berjualan berbagai macam makanan mulai dari gado-gado sampai membuat kue.

Saya hampir tidak ingat ibu saya sering mengunjungi saya ketika saya masih tinggal bersama simbah. Satu-satunya memori hanya saat itu ibu datang dengan suaminya yang baru tanpa pernah saya ingat saya dimintai pendapat mengenai pernikahan mereka. Dan saya dibelikan sepeda agar bisa berangkat sekolah sendiri. Jadi saya tidak lagi menyusahkan simbah kakung yang sudah menjelang tua untuk mengantarkan saya dengan sepeda ontelnya. Mungkin ibu pernah bilang mengajak saya untuk tinggal dengannya, suatu waktu. Tapi saya tentu saja tidak akan begitu mudah dibujuk. Karena saya bahkan tidak tahu menahu mengenai pria yang selalu di sebelahnya itu. Tidak pernah akrab. Tidak pernah merasa berusaha untuk di akrabi. Maka bukankah saya wajar bila menolak untuk tinggal dengan orang yang tidak pernah saya kenal sebelumnya? Meskipun akan ada ibu disana.

Saya sempat begitu rajin beribadah. Saat itu ketika akhirnya saya pindah bersama ibu. Madrasah saya dari kelas 4 SD sampai kelas 5 atau 6, saya lupa. Yang pasti, pendidikan agama saya hanya saya dapatkan dari madrasah, sekolah, dan sedikit-sedikit dari rasa ingin tahu sendiri. Begitulah, ibu hampir tidak pernah ikut andil dalam kerohanian saya, juga kedua adik saya. Kami berlaku sendiri. Bahkan dalam hal belajar. Semuanya telah dibiasakan sendiri. Walau ibu begitu mahirnya mengaji dan begitu pintarnya semasa masih berada dibangku sekolah. Bahkan ketika ibu bercerita bahwa ia pernah menjabat sebagai guru ketika masih di Solo. Meski itu hanya guru TK. 

Lalu beberapa waktu belakangan ini, ibadah saya mengendur. Kepenatan di Jakarta seperti menghambat semangat saya untuk beribadah. Padahal dulu saya paling rajin untuk sekadar bangun di sepertiga malam untuk sekadar bertahajud maupun istikhoroh di kala kebingungan saya akan menentukan pilihan. Tapi itu dulu. Jakarta benar-benar telah mengubah saya. Bukan hanya dalam sifat, tetapi juga dalam kerohanian saya. Saya mulai mengendur. Shubuh yang hampir tidak pernah saya lewatkan, akhir-akhir ini bahkan seringkali dalam seminggu saya tinggalkan. Saya benar-benar mengalami yang namanya kemunduran mental dalam beribadah. Jakarta melumpuhkan saya.

Meski begitu, saya tidak sepenuhnya membenci Jakarta. Karena bagaimanapun, saya mendapatkan tambahan untuk biaya hidup karena bekerja disini. Dan masih tetap memimpikan untuk tidak lebih sering menginjakkan kaki di Jakarta. Saya harus memperbaiki diri lagi. Setidaknya ibadah saya. Karena hal lain, saya hanya perlu berbaik-baik diri. Saya percaya, pengadilan terakhir itu adalah pengadilan Tuhan. Jadi, ketika saya sudah begini baligh, sayalah yang menanggung semuanya.
..

Menjelang puasa ini, tak ada tradisi khusus yang harus dijalankan. Tak ada istilah harus saling bermaafan sebelum puasa agar puasa afdol maupun alasan lainnya. Tak ada istilah nyekar menjelang puasa. Karena simbah kakung saya tidak mengajarkan apa yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad. Dan saya tahu simbah kakung saya adalah orang paling lurus dalam masa hidupnya. Maka itu saya hanya akan berpegang teguh pada ingatan simbah saya, dan juga pengetahuan yang dapat saya cari dimanapun dijaman secanggih ini.

Maka saya akan mencoba bertenang saja menjalani ibadah puasa ini. Saya hanya harus mempersiapkan diri untuk menjadi yang lebih baik. Bukan karena saya tengah mengalami kemunduran akhlaq maupun sedang durhaka. Saya adalah manusia, dan memiliki akal serta pikiran yang diberikan oleh Tuhan saya, Alloh SWT untuk saya dapat perjuangkan sebaik-baiknya. Selama apa yang saya lakukan tidaklah jauh dari dosa tak terampuni. Dan saya sungguh tidak bohong jika saya mengatakan saya masih berada di jalur saya, jalur agama yang saya pegang sejak dulu. Agama penyerahan.

Kali ini mungkin akan lebih berat dari tahun kemarin. Meski saya tidak mengelak bahwa tahun kemarin sungguh merupakan cobaan paling berat yang saya alami. Tapi saya hanya harus berjalan sekali lagi, menikmati keterseokan di jalur yang lain. Jalur yang pastinya akan lebih panjang dari kemarin.
 ...


Tuhan, setidaknya kuatkanlah aku sekali lagi. Melebihi kekuatan yang pernah Kau beri sebelumnya. Karena aku mulai merasa meringkih kembali. Tak hiraukah Engkau pada rintihanku menjelang tidurku? Tenangkanlah aku, dan orang-orang di sekelilingku. Ampunilah aku..

Dengan nama Alloh, aku bertawakkal kepada Alloh. Tiada daya upaya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Alloh..


Source  


Selamat menunaikan ibadah puasa..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...