Jumat, 27 Januari 2012

Terserah saja

Seharusnya saya tegaskan padanya waktu dulu sekali itu. Bahwa saya bukan hanya melepasnya, tapi juga meninggalkannya. Jadi ia tak perlu meluapkan kebenciannya pada saya sampai bertahun setelahnya. Sampai hari ini.

Kadang saya masih menerima berita mengenai dirinya yang masih menjelekkan saya didepannya. Tak masalah, terserah saja. Saya tak perlu takut nama saya jelek dimatanya karena justru hal itu membuatnya semakin mengerti mengapa saya tidak pernah berani melangkahkan kaki bersamanya.

If you keep telling me all about the story of him, just tell me. But don't hope that I would reply. I'll only listening to your words. Because I do have a respect to you.

Jadi saya memang bilang terserah saja pada kakak. Saya katakan untuk berhenti memberikan kabar pada saya semua hal yang berhubungan dengannya. Saya tak perduli. Masa bodoh saja. Saya memang yakin, ketidaksukaannya pada saya yang tak mendasar itu bukan semata karena cemburu, tapi karena ia tahu bahwa ia tak akan pernah bisa menyingkirkan saya dari hatinya.

So when you thought after I left, you could have him, it was all because I felt sorry for you. Yes, I gave him to you, something that you'll never know.

Saya masih kadang menerima telpon itu. Telpon dari nomor-nomor aneh yang ketika saya angkat terdengar suara-suara tak jelas. Lalu sms yang terkadang membuat saya mengeryitkan dahi. Saya sungguh sudah tak peduli apakah kau akan makan malam dengannya, atau apakah ia akan menjemputmu, atau bahkan jika kalian ternyata sudah tidur bersama pun. Semua terserah saja.

Saya memang tidak percaya dengan semua yang ia katakan. Maka saya biarkan saja ia mengoceh dan membuat ka Ila harus menyampaikan pada saya sambil berharap suatu hari saya marah. Saya memang marah, tapi bukan padanya, marah pada ka Ila yang juga tidak mengerti bahwa saya sudah tidak ingin berurusan dengan semua tentangnya.

"I serius nggak pernah mikirin dia lagi?"
"Buat apa?"
"..."
"I cuma nggak mau ngerasa bersalah terus"
"Tapi i tahu gimana menderitanya dia"
"We've made a promised"
"YOU made him promised"

Saya mungkin memaksanya berjanji. Tapi itu saya lakukan dengan banyak pertimbangan. Saya tidak akan pernah serasi dengannya. Juga tidak akan pernah tahan hidup dalam bayangan kebenciannya terhadap saya.Saya tidak akan tahan, dan akan tetap meninggalkannya.

Lagipula saya punya bayangan sendiri mengenai bagaimana jadinya ia dengannya. Satu-satunya wanita yang cocok bersanding dengannya ya hanya dia itu. Saya tak akan pernah meragukan perasaannya untuknya, sebagaimanapun risihnya saya terhadap semua perlakuan tidak menyenangkan yang pernah saya terima darinya. Saya tahu, ia akan memperlakukannya dengan baik. Karena ia telah berjanji pada saya.

"She'll be good to him, and he'll get over me. Soon"
"Whatever!"





Katanya saya melepaskan kebahagiaan saya, saya bilang "Kebahagiaan akan tetap lepas jika ia memang ingin lepas"
Foto dapat dari sini





Ya, terserah saja..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...