Sabtu, 21 Januari 2012

(Berbagai sifat) suamiku nanti

Foto dari sini



Aku sering merasa geli sendiri melihat kelakuannya. Bagaimana mungkin ia kerap bertingkah seperti anak kecil di hadapanku? Selalu merasa panik jika aku tidak ada didekatnya. Selalu menggenggam tanganku erat setiap kali berjalan denganku. Dan tidak pernah hilang dari pandanganku setiap kali kami menghabiskan waktu di toko buku. Meskipun saat itu kami tengah memisahkan diri menuju pojok favorit masing-masing.

Lalu senyum itu. Aku seringkali merasakan bulu kudukku yang berdiri setiap kali ia selalu tersenyum bilamana menghadapi kecerobohanku, maupun aku yang tiba-tiba menjadi bad mood karena sesuatu yang membuatku kesal. Ia bisa saja begitu mudahnya menghilangkan kedongkolannya karena omelanku yang tak kunjung reda dengan kemudian mengusap kepalaku dan tersenyum. Lalu didepan umum itu, saat aku masih saja sibuk mengomel, ia akan sesekali menciumiku dan membuatku merasa risih. Dan ia tak akan tahu bahwa yang ia lakukan itu menenangkan hatiku, walaupun yang ia lihat hanyalah wajahku yang masih menekuk karena kesal.

Aku tak akan dapat sendiri tanpanya. Ia akan bagai magnet untukku. Dimanapun aku berada, aku akan selalu membutuhkannya untuk berada disampingku. Entah kenapa, tanpanya aku akan merasa begitu kesepian meski di tempat ramai sekalipun. Karena bagiku, ia adalah segalanya.

Mungkin ia tak akan menyadari, bahwa suatu kelak bila ia tengah sibuk bekerja dan meminta ijinku untuk lebih lama menghabiskan waktu dikantor yang artinya akan pulang larut. Aku akan melarangnya. Karena aku merindukannya di tengah malamku yang sendiri tanpanya. Ia mungkin tak akan tahu karena aku tak akan memberitahu alasannya. Hanya ketika ia memberitahukan itu, atau meminta ijinku, aku tak akan memberikannya ijin agar ia segera pulang.

Saat aku marah, mungkin akan lama. Karena aku akan marah dengan alasan yang jelas, bahwa ketika itu aku menyadari bahwa alasan yang ia kemukakan padaku bukanlah alasan yang mampu kuterima dengan baik. Dan aku akan marah, mungkin 1 hari, mungkin 2, atau mungkin 3 hari. Memaksimalkan kelonggaran dalam memelihara amarah yang diperbolehkan dalam agamaku. Entah, mungkin saat itu ia juga akan marah padaku, tapi tentu tidak akan selama aku. Karena ia tahu bahwa ketika ia marah padaku, ia akan membuatku menanggung dosa besar. Maka ia akan begitu saja menerima amarahku dan berusaha meredakannya. Mungkin mencandaiku, membaikiku, atau sekedar mendiamkanku tapi tetap berusaha melakukan apapun keinginanku dengan ikhlas.

Ia akan bingung menghadapiku. Karena ketika dulu mengenalku, aku bukanlah wanita yang mudah cemburu. Tentu saja, bagaimana mungkin aku mencemburui seseorang yang bukan milikku? Tapi begitu menikah, ia telah ada dikehidupanku, di masa depanku. Maka aku akan begitu cemburu bila melihatnya begitu baik pada wanita manapun, bahkan mungkin ibunya. Aku mungkin aneh, tapi ketakutanku akan kehilangannya tentu wajar mengingat ia sudah menjadi separuh dari jiwaku. Maka bila suatu saat aku merasakan ketakutan akan kehilangannya, tentunya karena aku takut tidak akan dapat bertahan tanpanya.

Maka ia tidak akan mungkin memberikan perhatian pada wanita lain selain aku. Bahkan bila ia harus memberikan imbal balik pada wanita lain, itu hanyalah karena hal itu memang suatu hal yang penting dan bukan sekedar basa-basi atau iseng belaka. Karena ia tentunya tak akan memulai suatu hal yang memicu cemburuku. Aku akan tahu dari bahasa percakapannya, bahwa bukan ia yang akan memulai percakapan antara ia dan wanita yang bukan aku itu. Tentu saja, ia akan tahu menempatkan dirinya didepan wanita yang bukan aku itu, bahwa hanya akan memberikan respon sekadarnya, karena ada keperluan yang membuatnya harus melibatkan wanita itu.
...


Suami saya nanti.. Dan berbagai sifat yang membuat saya begitu menyanjungnya. Suatu saat nanti, saya akan mengalaminya. Tentu dengan suami saya.. Nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...