Senin, 11 Juni 2012

Simpan saja

Memangnya kenapa kalau kau kenal dengan orang tuanya, kenal dengan tantenya, omnya, adiknya, kakaknya, sepupunya, kakeknya, neneknya, atau bahkan buyutnya sekalipun? Toh aku juga tak tahu kalau kau tidak katakan bahwa kau mengenal mereka. Dan kau berhak untuk terus menyimpan segala rasa tidak enak itu untukmu sendiri. Mungkin juga berlaku dengannya. Aku juga tak ingin peduli. Tak peduli. Sama sekali tak ada hubungannya denganku. Aku hanya ingin datang. Itu saja. Karena aku mendapatkan undangannya atas namaku. Bukankah sebuah penghormatan ia mampu menundukkan kekecewaannya atas kisahnya denganmu dulu dengan tetap mengundangmu, juga diriku?

Memang mudah mengatakan 'malas' begitu saja. Akupun sering mengucapkannya. Tapi jawaban itu tak sepantasnya kau jadikan alasan. Karena kita berdua tahu ia bukan hanya sekadar masa lalumu yang indah. Ia adalah orang yang kau perjuangkan sedemikian rupa. Dan jika bukan karena orang tuamu pernah berkeberatan dengan kehadirannya untuk mengisi hidupmu dulu, kalian mungkin telah menjadi pasangan paling bahagia saat ini. Bahkan mungkin kalian telah memiliki beberapa anak. Ini bukan sindiran, aku berhak bermain-main dengan pikiranku bukan?

Maka simpan saja semua cerita cinta yang pernah terjadi antara kalian bahkan jauh sebelumku. Aku hanya dapat menerima semua catatan romansa yang memang cukup banyak kau telah lalui, jauh sebelum bersamanya, atau bahkan setelah ceritamu dengannya tak bisa berakhir indah. Kau memang mencoba melupakannya. Tapi itu tidak bisa menyembunyikan betapa dalam hati kecilmu mungkin saja kau menyesali kisah yang terjadi setelah tak ada ia disisimu. Karena sekali lagi aku tak tahu apapun mengenai kisah cinta kalian di masa itu. Tak secuilpun. Kecuali kisah yang telah kau saring sedemikian rupa untuk sekadar menjaga perasaanku. Kau menutupinya sama sempurnanya ketika aku mengetahui kau mengutukiku dibelakang sikap baikmu padaku.

Aku memang ingin bertemu dengannya. Ingin menyaksikan dengan kepalaku sendiri ia benar bersanding. Bahkan aku ingin tahu yang sebenarnya kau pikirkan ketika kau menyampaikan berita itu padaku. Kala lembar undangan cantik itu kau berikan padaku. Menyesalkah kau telah bersamaku? Sayangkah kau pada kenyataan bahwa ia mungkin telah menyingkirkanmu dari pemujaannya selama ini terhadapmu? Aku benar tak tahu.

Dan aku ingin sekali mampu menyingkirkan pikiran gila ini. Bahwa kau mungkin tak akan pernah mampu melupakannya. Sebanding dengan pengakuanku bahwa aku mungkin tak akan pernah mampu melupakannya. Tapi bukankah kau yang meyakinkanku bahwa hanya aku satu-satunya? Mungkin kau juga tengah melindungi perasaanmu yang telah lama mengakar selama tahunan hubungan kalian.

Maka sekali lagi, simpan saja semua cerita itu untukmu sendiri. Tak usah biarkan aku tahu. Kau juga tak ingin aku akhirnya murka bukan? Mungkin saja jika kau menceritakan yang sebenarnya tentang kisah roman kalian dimasa indah dulu, kau akan merasa telah menyakitiku sedemikian rupa. Bahwa kau pernah begitu sepenuh hati menyanjungnya, bahkan mungkin masih memiliki jejak romansa itu dan terkadang terlintas penyesalan itu. Bahwa kau tak mampu mempertahankannya.

Berharap kau suatu saat mengerti dan akhirnya mau membuka segala kisahmu dengannya? Mungkin aku hanya akan terus bermimpi. Dan kau dengan senangnya menikmatiku yang menjadi bodoh tanpa tahu apapun tentang kalian dulu. Simpan saja buat kalian. Aku tetaplah akan menjadi orang yang tidak tahu kebenarannya. Simpan saja untuk kalian.

Aku merasa idiot.


Bahagiaku mungkin hanya angan, walau mungkin telah ada di tanganku..
Source


*Selamat menempuh hidup baru mbak, semoga bahagia selalu. Maaf tidak bisa datang.. Bukan aku yang berat langkah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...