Jumat, 19 Agustus 2011

Bosan dan sepi

Source

“Bosan, sepi, tak ada hiburan”


*******



Aku tenggelam dalam tangis. Semalam. Membaca semua pengakuanmu. Pengakuan yang harus kupaksakan untuk kamu keluarkan. Tak sangka butuh satu hari untuk memaksamu berkata yang sebenarnya. Segitu beratnya untukmu mengakui apa yang kau perbuat dibelakangku. Jadi kapan saat kalian merencanakan semua perjanjian dan melakukan pembicaraan itu? Saat kamu sedang bermasalah denganku? Saat kita tengah bertengkar kah? Mungkin ini jawaban yang lebih masuk akal: Saat aku meninggalkanmu merasakan sepi, sendiri? 


Mudah ya ternyata untukmu mencari teman pengusir sepi dan bosanmu. Aku ingin tahu, apa sempat terbersit sedikit saja kamu pikirkan aku sedang apa saat kamu merasa sepi dan bosan sendiri? Saat kamu dan wanita berbaju merahmu itu tengah melakukan pembicaraan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang selama ini kita perjuangkan? Pernah sedikit saja kamu berfikir apa yang akan bercokol di benakku saat kamu dan wanita berbaju merahmu itu merencakanan janji untuk mengusir sepi dan bosanmu? Pernahkah?

Lalu aku menuliskan dalam rangkaian kalimat mengenai mimpi buruk yang kualami malam setelah membaca semua isi pesan yang kamu dan wanita berbaju merahmu lakukan, dan kamu mengatakan bahwa aku tengah menyebar fitnah. Aku menulis. Apa yang kurasakan. Menceritakan mengenai mimpi buruk yang menghampiri tidurku malam itu. Mimpi mengenaimu yang akhirnya memutuskan meninggalkanku. Mematahkan setiap kalimat pembelaan yang sempat kujadikan tameng untuk memjaga nama baikmu di depan wanita paling berarti dalam hidupku. Dinding penjagaanku runtuh. Malam tadi. Aku tenggelam dalam tangis. Terisak seorang diri didalam dingin kamar segi empat tempatku bertahan hidup. Sendiri. Mencoba menghapus setiap kalimat yang terbaca pada media elektronik itu. Kalimat pengakuan yang akhirnya terlontar.

Aku mencoba mengerti setiap barisan kalimat yang kamu kirimkan melalui teks itu. Sempat terfikir untuk menjalin kembali pertemuan, bertukar cerita, membunuh sepi dan bosanmu. Paling tidak aku paham satu hal: kamu sempat memikirkan untuk menjalin itu dengannya, berniat untuk melakukan kegiatan membunuh bosan dan sepi itu dengannya, dan mengesampingkan aku yang berada entah dimana. Kamu tidak memikirkan perasaanku. Kita bertengkar, kamu kesepian, dan itu menjadi alas an untukmu menjalin kembali komunikasi itu. Wanita berbaju merah yang kamu katakana hanya sekedar ingin bermain – main denganmu. Lalu apa kamu juga hanya sekedar bermain – main dengannya? Apa kamu hendak mengatakan bahwa kamu pun hanya butuh teman untuk mengusir sepi dan bosan? Dan hanya ada dia yang kami ijinkan untuk melakukan kegiatan bunuh bosan dan sepimu itu? Maaf, aku masih tidak mengerti mengapa sampai terlintas dalam kepalamu bahwa hanya wanita berbaju merahmu itu yang mampu menutupi bosan dan sepimu, yang mampu memberimu penghiburan atas derita bosan dan sepi mu.

Kalian tidak bertemu sungguhan, itu pengakuanmu. Dan aku percaya. Entah bagaimana aku percaya. Aku selalu percaya padamu. Pada setiap ucapanmu, pada setiap kalimatmu, pada setiap apapun yang kamu kemukakan untuk meyakinkanku. Tidak ada yang perlu aku cemburui dari wanita berbaju merahmu itu, katamu. Kamu itu juga menempatkan perasaan yang sama seperti yang kamu rasakan terhadapku untuknya, aku bagaimana mungkin tidak boleh menempatkan cemburuku padanya? Katakan bagaimana aku harus menanggapi semua kalimatmu mengenai wanita lain yang menempati tempat yang sama dihatimu seperti aku menempati hatimu itu? Bagaiama? Ajari aku bagaimana harus bersikap pada wanita lain yang kamu jadikan teman untuk membunuh sepi dan bosanmu saat aku tak dapat berikan untukmu? Karena aku sama sekali tidak dapat mengerti bagaimana meredam panas yang membakar dadaku ini.





*******

“Kalian mirip.”
“Mirip gimana?”
“Nggak tau, tapi entah gimana, kalian mirip”
Aku ingat kalimat yang sempat aku lontakan saat aku pertama kali akhirnya bertemu dengan wanita berbaju merah itu.




_________
Tulisan ini seharusnya ku posting satu hari setelah pengakuanmu itu. Tapi aku terlalu larut dalam kesedihan. Maaf, aku hanya utarakan, tidak perlu menganggap aku tengah melemparkan fitnah padamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...