Minggu, 21 Agustus 2011

Afternoon blues

It's because the weather i'm crying
Source



Aku sendiri disini. Ingin menulis. Tapi tak tahu apa yang ingin ku tulis. Pikiranku bercabang kemana-mana. Ada banyak sekali yang berkelebat di kepalaku. Terlalu banyak.

*******


Sesaat tadi, saat aku tengah menyetrika, aku memikirkan beberapa hal. Terutama saat kita sedang bercakap-cakap melalui media elektronik itu. Aku mendengarkan laguku, lagu yang beberapa waktu belakangan ini sering mengisi kedua gendang telingaku saat aku tengah sendiri. Alunan ayat-ayat suci yang dilantunkan oleh Al-Ghamdi. Menenangkan, sekaligus mengiris pinggir hatiku. Perlahan irisan itu mendalam, dan semakin dalam.
Aku teringat ibu. Membayangkan apa yang tengah dilakukannya saat itu. Berkumpul bersama Dhiva dan Yaya kah? Atau asyik duduk berpelukan di atas tempat tidurnya sambil menikmati tontonan Televisi. Atau malah mungkin mereka semua tengah berkumpul di dalam kamar itu bersama-sama. Bercengkerama, tertawa, membahas apapun kecuali aku. Kecuali aku. Dan aku menangis. Ya, melakukan kegiatan merapihkan pakaian-pakaian yang telah dicuci olehnya itu sambil sibuk menghapus linangan air mata yang tak mampu kutahan.

Aku rindu.

Teramat rindu.

Dan membayangkan bahwa percakapan itu tidak melibatkan pembicaraan mengenai ku sama sekali membuat air mataku semakin deras mengalir. Aku ingin ada disana, ditengah-tengah kalian.

Biasanya aku akan merangsek ke sisi ketiak ibu, menenggelamkan kepalaku dibawah lengannya, dan menciumi aroma ketiak ibu yang sama sekali tidak berbau. Mungkin tidak akan banyak yang akan dibahas pada kamar itu, biasanya aku akan lebih banyak diam. Menikmati waktu bersama ibu. Ibu pun akan diam. Sepertinya kita akan sama-sama tahu bahwa waktu itu terlalu berharga untuk sekedar dihabiskan dengan bercakap-cakap yang tidak perlu. Kita akan diam bu, diatas tempat tidur di dalam kamar itu. Diam dan menatap layar Televisi. Sesekali mengomentari acara Televisi yang tengah di putar pada layar cembung berukuran 29 inch itu. Sesekali menertawai adegan lucu yang terpampang pada layar Televisi itu.

Lalu Dhiva atau Yaya akan muncul dengan cengiran khas nya. Menelusup ditengah-tengah aku dan ibu. Aku pun akan langsung mempertahankan posisiku untuk tetap ada disamping ibu sambil berpura-pura mengusir Dhiva atau Yaya yang berusaha untuk berada ditengah-tengah aku dan ibu. Lalu kamar itu akan dipenuhi oleh tawa yang membahana. Tawa Dhiva atau Yaya yang menggelegar, dicampur dengan tawa ibu. Sedang aku hanya akan tertawa kecil sambil memperhatikan mereka satu-persatu. Lalu merebahkan kepala kembali diatas bantal dan melanjutkan menatap layar Televisi.

Menjelang sore, pasti semuanya tengah meributkan menu berbuka puasa. Ibu akan sibuk menanyai menu apa yang kami inginkan untuk berbuka. Lalu ibu dan Yaya mungkin akan pergi ke komplek depan rumah untuk membeli lauk, biasanya hari-hari terakhir puasa seperti ini ibu sudah malas untuk memasak dan memilih untuk membeli menu berbuka puasa. Sedang sahur, kebanyakkan akan diisi oleh menu makanan instant yang sudah dibeli lebih dulu jauh-jauh hari. Es timun suri atau es kelapa bercampur sirup pasti akan terhidang sebagai menu pembuka untuk berbuka. Menu kali ini apa bu? Ada es timun suri atau es kelapa campur sirup itu? Lalu gorengan itu, apakah masih tersaji?

Semua orang sepertinya berbuka puasa bersama-sama hari ini. Nana mungkin berbuka puasa bersama keluarganya atau Anggi. Dia pergi sejak siang kerumah keluarganya, dan akhirnya member kabar akan berbuka puasa bersama keluarganya. Dan kamu, pergi berbuka puasa bersama teman-teman lamamu. Teman-teman yang menurutmu mengerti dirimu. Sedang aku, menyelesaikan tumpukan pakaian untuk disetrika. Ditemani sepi dan air mata, juga tumpukan pakaian kusut menunggu untuk kubuat halus dan wangi.
Aku serius waktu menuliskan akan membajak dirimu saat kamu tengah berada ditengah-tengah mereka. Tapi jawabanmu yang sepertinya tidak mau meluluskan permintaanku itu membuatku memilih untuk mengalihkan kalimatku. Aku bilang bercanda dan tidak serius. Ironis, aku menangisi keputusanku. Entah kenapa, tapi sepertinya aku menyesali caraku mengalihkan perhatian atas sepi yang memelukku hari ini. Tawaran untuk buka puasa yang sebelumnya kamu utarakan sepertinya juga tidak serius. Karena kamu cepat sekali menarik kesimpulan aku tidak mau. Padahal aku tengah berpikir bagaimana mengiyakan tawaranmu. Kamu itu, benar-benar tidak mengenalku lagi ya. Padahal akhirnya aku katakan bahwa aku akhirnya sendirian.

Sudahlah.

Aku akhirnya benar-benar sendiri. Tidak kemanapun atau dengan siapapun yang kulontarkan dalam bahasa teks itu. Sendiri di tempat ini. Hanya ditemani suara ketikan keyboard notebook ku, juga acara Televisi.

Aku rindu.

Adik-adikku. Kamu. Dan ibu.
*******



Selamat berbuka puasa 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...