Senin, 27 Februari 2012

Fachri

Saya mengenalnya ketika ia masih merah. Saat itu saya bahkan tidak berani mendekatinya. Saya memang tidak pernah berani mendekati bayi-bayi yang baru lahir. Terlalu rapuh untuk saya. Saya malah ngeri saking gemasnya maka saya akan menyakitinya. Jadi saya memperhatikannya dari jarak yang menurut saya aman. Ibunya seumuran dengan saya. Ia menikah dengan tetangga saya. Jadi, ketika akhirnya ia melahirkannya, bayi itu sudah sering mampir di tempat saya tinggal.

Fachri.

Bayi kecil mungil nan menggemaskan itu seringkali berada di tempat saya tinggal untuk sekedar tidur. Karena dulu, rumah tetangga orang tuanya tinggal kurang nyaman untuk bayi mungil itu istirahat. Biasanya memang sepanjang hari Fachri selalu ada di rumah. Karena bila sudah terlelap dirumah, lalu dipindahkan ke rumah yang sebenarnya, ia pasti bangun. Akhirnya kebiasaan itu menjalar sampai bayi itu tumbuh.

Ai.

Begitu ia menyebut dirinya sendiri. Saat sudah bisa bicara dan mengucap kata, dan kalimat, ia seringkali menyingkat namanya yang memang cukup sulit untuk di ucapkan  balita itu dengan Ai. Ya. Ai. Yang berarti cinta dalam bahasa Jepang. Dan kami semua memang mencintainya.

Ai tumbuh dan berkembang dengan sehat. Tubuhnya subur, bukan berarti sampai obesitas. Cukup sehat untuk ukuran balita. Dan bahkan sangat pintar untuk balita seusianya. Empatinya sudah bagus. Ai balita sangat tidak rewel jika harus ditinggal ibunya bekerja dari pagi sampai malam. Bahkan tak jarang Ai balita tidak begitu sering menemui orang tuanya yang sibuk bekerja. Hanya bertemu sesaat pada pagi hari, tapi malamnya lebih banyak bertemu dalam keadaan Ai balita sudah terlelap. Dan Ai balita tidak pernah rewel atau menangis. Amat jarang. Ia juga tidak pernah mengeluh ketika waktunya dengan ibunya begitu sempit. Anak pintar yang benar-benar anugerah.

Sejak pertama kali di kenalkan di rumah tempat saya tinggal. Ai sudah begitu akrab dan seperti melekat pada rumah itu. Ia bahkan lebih sering menghabiskan waktu di rumah itu dibanding di rumah yang seharusnya ia anggap sebagai rumahnya. Tapi tidak, rumah yang ia anggap rumahnya adalah rumah tempat saya tinggal. Ai bahkan memanggil ibu saya dengan sebutan mama.

Suatu hari Ai pernah cemberut dan menyatakkan protesnya saat ibu saya mengenalkannya sebagai anak tetangga. Waktu itu ibu memang mengajak Ai jalan-jalan menemui teman-temannya dan tentu saja teman-teman ibu menanyakkan status Ai mengingat mereka semua tahu bahwa ibu tidak mungkin begitu saja tibat-tiba melahirkan seorang anak lagi.

"Mama nenek," begitu jawab Ai jika ditanya kenapa memanggil ibu saya dengan mama. Sementara Ai memang tetap memanggil ibu kandungnya mama. Bahkan jika berkali ibu saya menegaskan bahwa ia adalah neneknya, bukan mamanya, Ai akan tetap memanggilnya mama. Dan akan selalu menampakkan wajah nelangsa jika diperkenalkan sebagai anak tetangga.

Ai bahkan lebih memilih untuk tidur bersama ibu daripada di rumahnya yang terletak di sebelah rumah tempat saya tinggal. Dan begitu dipindahkan ke rumahnya, Ai akan selalu bangun dan kembali menggedor rumah tempat saya tinggal dan langsung menuju tempat ibu tidur. Lama-lama, ia memang seperti anggota keluarga baru.

Saya merindukannya. Sejak tidak menempati rumah itu, saya amat jarang bisa bertemu dengannya. Apalagi ketika ia dan keluarganya sudah pindah ke tempat yang agak jauh dan semakin jarang berkunjung. Walaupun tidak sedikitpun berkurang sikap Ai yang tetap akan tidur di rumah itu jika ia datang. Tapi karena semakin besar dan harus sekolah, Saya memang jadi sedikit kesulitan menemuinya. Bahkan kemarin ketika saya berharap dapat bertemu dengannya sekaligus menemui simbah yang tengah juga berkunjung, Ai tidak ada. Saya juga tidak berhasil menemui ibu karena ibu sedang pergi. Hanya pada simbah rindu saya tertebus.

Tak apalah, mungkin kali lain saya bisa bertemu lagi dengan bocah kecil pintar nan menggemaskan itu. Juga dengan ibu. Tadi sudah berbincang sedikit di telepon dengan ibu. Rindu sudah sedikit terobati.



Mata bundar dan pipi gembungnya amat mirip dengan Ai balita. Posisi foto seperti ini mirip dengan yang saya miliki.
Foto dari sini







2 komentar:

  1. Kenapa aku jadi tersentuh ya...
    Ceritamu... sederhana sebenernya, tapi... aku kok ngerasa aku ada di sana, dan ngerasain gimana rasanya sama si 'Ai' itu. dan ikut sedih, karena Ai gak di rumah itu lagi....

    Mudah2an tuh bocah, baik2 aja ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. kadang dateng sih, tapi bukan sabtu atau minggu. kayaknya baik-baik aja dan makin pinter. heehehe.. kangen bangetttt

      Hapus

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...