"Lo kenapa nggak makan?"
"Hehehe.. Nggak ada mbahku yang ngupasin."
"Gaya lo!"
...
Waktu salah satu rekan kerja saya menawari buah itu, saya langsung menggeleng. Tapi ia tidak serta merta menerima gelengan kepala saya, ia menaruh buah itu di meja saya. Tak lama, rekan kerja satu tim saya langsung berebut menyambar.
Namanya rambutan. Buah yang lebih besar kulit dan biji dibanding dagingnya. Memang saya bukannya tidak suka dengan buah itu. Tapi saya kesulitan mengunyah buah itu tanpa terlebih dulu dikupas kulitnya. Karena bila di gigit, yang didapat, kalau apes ya termasuk kulit bijinya yang kasar dan sulit untuk saya telan itu, atau malah dagingnya yang porsinya sangat limited edition alias sangat sedikit.
Saya jadi teringat simbah saya.. Biasanya beliau yang mengupaskan saya daging buah itu karena tahu saya tidak pernah bisa mengolah buah itu dengan keahlian tangan, dan gigi saya dengan kompak. Ya itu, karena males kena gigit kulit biji yang kadang itu kegigit kalau kita menggigit daging buahnya. Rasanya keras dan keset, suka nyangkut di leher dan membuat saya kesulitan menelan. Alhasil, makan jadi tidak nikmat.
Kalau rambutan itu sudah dikupas simbah saya, maka saya dengan nikmat tinggal memakan daging buahnya saja. Rasanya lebih pol dan lebih enak karena daging yang saya kunyah tidak sedikit-sedikit. Saya bahkan sampai sekarang sebesar ini tidak bisa mengupas daging buah rambutan itu sendiri. Ngeri kebeset tangannya :p
Selain rambutan, biasanya kalau ada simbah, buah anggur juga tidak akan susah-susah saya telan karena kulit luar dan bijinya sudah dikupaskan beliau. Dulu, saya tidak bisa mengunyah anggur bersamaan dengan kulitnya walau banyak yang bilang kalau anggur itu paling bagus ya kulitnya.
"Bisa bikin kulit mulus," kata salah satu bude saya.
Tapi sekarang kan banyak pestisida yang tidak akan mudah hilang walau sudah dicuci. Itu pikiran saya sekarang. Padahal sampai sekarang saya tetap tidak bisa mengunyah anggur utuh dengan kulit dan biji tanpa saya kupas dulu kulit dan saya pisahkan bijinya.
Mengupas anggur sendiri saya bisa lakukan, atau paling tidak bila harus makan utuh-utuh dengan kulitnya, maka kulitnya akan saya lepeh begitu daging buahnya sudah habis. Dan untuk rambutan, sampai sekarang saya tidak bisa makan kalau daging buahnya tidak dikupas dengan pisau. Cukup rewel ya cara makan saya.
Ah.. Andai ada simbah disini, saya pasti tidak akan melongo melihat rekan kerja saya menikmati buah yang hanya ada pada musim tertentu itu.
"Jangan banyak-banyak, kata ibuku nanti batuk!" Sekali lagi saya meneriaki mereka yang langsung disambut dengan balasan candaan lain.
Nggak mirip kupasan simbah sih, tapi sama nggak ada biji dan kulit bijinya Kalau sudah dikupas begini saya bisa makannya :P Foto dari sini |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar