Rabu, 12 Oktober 2011

Kunjungan air mata

Source
 
Dan saat air mata itu kembali jatuh. Yang tersisa hanya perih. Air mata yang mengalir membentuk anakan sungai pada kedua pipi itu seperti hili air yang mencari hulu nya. Sungguh panas dan menyesakkan. Menahannya sekian waktu hanya untuk menunggu kemampuan untuk dapat memeluk diri sendiri.

Siang itu panas. Sepanas mata ini yang tak henti mengaliri kedua pipi dalam urai air mata. Tangis itu pecah tak tertahankan. Ruangan sempit itu hanya satu-satunya saksi. Ditemani tembok yang diam membisu, menemani dalam simpati tak kasat mata. Memberikan sandaran saat kepala ini tak mampu lagi menahan sakit yang ikut menyiksa.


Menangis itu membutuhkan waktu dan tenaga. Terlebih disaat sang waktu memaksa untuk terus bergerak, tak ada waktu untuk berhenti. Walau sejenak. Dan seperti kepayahan akhirnya aku berhasil mengelabui waktu. Menyisakan sedikit tenaga untuk terisak. Sendiri. Dalam ruang sempit di sudut itu. Waktuku tak banyak. Tangis itu harus segera kuselesaikan. Mungkin 60 menit cukup untukku mengelabui waktu yang terus mengejar, mengintip di tiap sudut untuk menemukanku. Dan kembali akan memaksaku bergerak, bahkan berlari.


Efek sehabis menangis itu menyebalkan. Dapat membuyarkan segala aktifitas yang harusnya dapat kulakukan jika saja aku tidak membiarkan diriku diperbudak air mata. Jangan kira aku dengan mudahnya menyerah pada air mata. Aku telah mengalah demikian banyaknya pada waktu dan menyimpat erat-erat dorongan air mata ini. Tapi toh tanggul yang ku bangun tidak sekuat perkiraanku. Aku roboh juga diterpa air mata yang bak air bah ini. Seperti kesudahannya mataku yang perih, lalu membengkak, dan perih ini membuatku mengantuk. Sungguh menyebalkan. Menyisakan guratan tanya pada siapapun yang menatapku keluar dari ruang sempit itu. 


Aku lelah, tapi tak boleh ku berhenti walau sejenak. Kejamnya sang waktu, bahkan tak membiarkanku sebentar saja tersadar bahwa batas usia itu sudah demikian trepampangnya dengan jelas. 



***
“Nggak apa dek sesekali nangis, lumayan kan ngebersihin mata dari belek.”
“Gitu ya kak?”
“Asal jangan keseringan. Ntar buta!”
“Masa?”
“Dibilangin nggak percaya, tuh liat mata lo dah makin kecil aja kan!”
“Kayak liat aja!”
“Kakak gue bisa liat lo kali walau dari jauh!”
“…”
“Jangan nyengir, pura-pura lo keliatan jelas walau cuma dari suara napas lo!”
“Mau jadi cenayang?”
“Nggak perlu jadi cenayang tuk bisa baca lo doang.”
“…”
“Nggak usah nyangkal, lo sedih lagi?”
“Nangis kenapa dek?”
“Nggak apa. “
“… iya. Lo selalu nggak apa..”
"Hush!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...