Aku ini memang bukan siapa-siapa. Tak berhak terus menerus
memperlakukanmu seperti demikian. Karena kau juga memiliki perasaan. Namun aku
juga bertahan denganmu karena aku memiliki perasaan. Karena aku memiliki
harapan untuk dapat bahagia denganmu. Mempertahankan apa yang dinamakan takdir.
Apa yang telah seharusnya digariskan oleh Alloh SWT
.
Namun aku juga memiliki banyak kekurangan itu. Yang mungkin
saja juga banyak kau benci. Diantara keluh tengah malamku. Dibalik pejam
mataku. Yang aku tak mungkin dengar namun aku tahu. Karena aku pernah begitu
salah dimatamu. Dan kau akan selalu menilai bahwa aku selalu melihatmu dengan
begitu salah.
Aku telah mencoba bertahan. Merubah diri menjadi lebih baik.
Namun kau pun sepertinya seringkali melupakan caramu memperlakukanku. Dan aku
bukanlah asisten pribadimu yang sealu harus mengingatkanmu. Karena aku tidak
diciptakan untuk menempati posisi seperti itu disampingmu. Atau bahkan satu
shaft di belakangmu.
Bila kau ingat kembali sikapmu padaku. Bagaimana kau bisa
begitu baiknya dihadapan semua orang. Bertindak seolah-olah aku adalah
satu-satunya makhluk didunia ini yang kau cintai. Maka mereka akan iri. Lalu
seketika akan memuji bahwa aku adalah wanita paling beruntung dimuka bumi ini.
Namun mereka tentu tidak tahu yang ku rasakan. Mereka tidak tahu hatiku yang
sebenarnya.
Kau yang tidak tahu bagaimana memperlakukanku, bagaimana
berlaku padaku. Suatu ketika di tengah raung tangisku akan berubah menjadi
makhluk paling manis di hadapanku. Namun sampai kapan itu akan bertahan? Karena
kemudian kau akan lupa, dan tali itu akan mengendur. Lalu kau dengan sifat
aslimu akan muncul.
Kau yang terlihat angkuh dimataku. Yang dalam lepas kendali
akan terus menimpali semua amarahku. Maka aku kemudian akan semakin marah. Dan
kau tidak menyadari bahwa kau telah membuatku semakin menakutimu. Aku yang
semakin kehilangan rasa aman dan nyaman itu maka akan semakin menjauh darimu.
Dan kau tidak akan menyadarinya.
Sekali lagi aku bukanlah asistenmu. Aku juga bukan
pembantumu. Aku bukanlah program yang dapat kau andalkan setiap saat. Karena
aku terkadang juga lelah menjadi jam pengingatmu. Kadang aku muak menjadi alarm
mu. Kadang aku juga menjadi lupa karena banyaknya hal yang menggelayut dalam
memoriku.
Maka kau yang sedang kesal itu tidak menyadari bahwa
tindakan dan semua kalimat balasanmu hanya akan membuatku menjadi semakin
menjauhimu. Aku yang terlalu lemah untuk dapat menahan tangis ketika kau
mengharapkan aku menjawabmu dengan kalimat dari mulutku, alih-alih hanya diam.
Aku yang terlalu takut untuk mengutarakan maksudku hanya karena aku tahu bahwa
kau kemudian akan kesal dan membuatku menjadi yang berdosa. Akulah yang selama
ini terus merasa dihantui rasa bersalah itu.
Maka ketika hari ini kembali terulang kejadian serupa. Kau
yang telah menyentuh tombol amarahku dalam sebuah argument ringan itu tak mampu
meredam emosiku, malah membuatku semakin merasa tersudut. Karena kau tidak bisa
menahan diri untuk mengalah padaku. Kau dengan egomu sebagai laki-laki.
Kemudian tali itu semakin mengendur.
Dan kini aku disini. Sendiri. Menangisi nasib. Menangisi ibu
yang baru memberi kabar bahwa adikku menderita kista di perutnya, juga ibu yang
terdeteksi tumor di payudaranya.
Ya. Aku menangisi nasib. Nasib yang seharusnya dapat kuubah
dengan jalanku. Karena aku terlalu penakut. Karena aku terlalu lemah. Karena aku
terlalu tak berdaya. Aku yang seperti robot ini. Aku. Yang entah mengapa
menjadi tidak mengerti mengapa aku ada.
Astaghfirulloh hal adziiim
Tuhan. Aku merasa begitu lelah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar