Selasa, 06 Maret 2012

Si cengeng dan penakut

Ternyata saya masih cengeng. Masih saja mudah menangis bahkan walaupun yang saya hadapi adalah handphone yang hanya berisi kata-kata maupun kalimat. Seperti hari ini dikantor, saya harus berusaha keras menyembunyikan air mata saya dari rekan kerja saya. Berbalas pesan melalui Blackberry Messenger dengannya membuat saya harus merasakan sesak itu lagi.

Permasalahan sederhana mungkin menurutnya, tapi tidak menurut saya. Perbedaan pemahaman ini membuat saya mudah merasa tersinggung dan merasa tidak dipercaya dengan benar. Salahkan jika semua prosedur dan protokoler yang biasa saya dapatkan di kantor selama lima hari seminggu tidak ingin saya temui ketika jam kantor telah selesai? Saya hanya ingin melupakan semua penat dalam begelut dengan semua pekerjaan kantor dan bersantai. Melupakan segala peraturan yang saya geluti selama jam kantor. Bukan malah melakukan kegiatan yang hampir sama dengan apa yang saya kerjakan juga di kantor. Apapun namanya, tapi tetap saja, menggunakan otak ala pekerja kantoran untuk kegiatan yang seharusnya bisa diisi dengan santai dan tanpa jadwal adalah kesia-siaan menurut saya.

Lagipula saya seperti tidak dipercaya mampu memegang kekuasaan besar. Terlanjur mengatakan bahwa saya tidak suka dengan nickname yang diberikan pada saya untuk memanggil saya juga percuma. Sepertinya ia tidak begitu memperhatikan keberatan saya, walau dalam beberapa percakapan ia meminta saya untuk terbuka mengatakan keberatan saya. Ia tidak begitu mencamkan dalam ingatannya. Begitu banyak yang terlupa. Mengenai ketidakpekaannya tentang bagaimana memperlakukan wanita.

Hal sederhana ini, saya harus mengulang lagi rencana perjalanan karena ia entah ucapan saya yang sebelumnya tidak pernah benar-benar didengarnya mungkin. Jika tidak, ia akan mengambil rute yang salah. Saya bahkan sudah berhenti berkonsentrasi dengan benda bernama blackberry ketika banyak bersamanya, tapi ia kini yang lebih berkonsentrasi dengan blackberry nya. Bahkan ia lebih banyak tidak mampu mendengarkan saya berbicara ketika tengah asyik mengecek smartphone nya itu. Saya, ketika mata sibuk dengan handphone saya, masih bisa menggunakan telinga saya untuk mendengarkan percakapan. Apakah memang setiap pria selalu tidak akan pernah bisa melakukan banyak pekerjaan secara bersamaan?

Saya tidak penah keberatan dengan kegiatannya dengan blackberry nya. Terserah saja. Hanya saja, ketika percakapan sedang berlangsung dan ia bahkan tidak mendengar ucapan saya karena mata tengah asyik berkonsentrasi dengan layar blackberry nya, tentu itu menyakitkan. Hal yang sekali lagi berbeda dengan saya yang masih bisa menyisakan perhatian telinga saya untuk mendengar ucapannya ketika mata saya tengah ber-blackberry ria.

Terkadang memang sulit menyembunyikan air mata. Saya lebih mudah menghindari konflik dalam bentuk apapun dibanding harus berhadapan langsung. Pada siapapun, bahkan mungkin bila berhadapan dengan anak kecilpun saya akan mudah meneteskan air mata. Cengengnya saya. Mungkin kantung mata saya terbuat dari bahan yang mudah retak sehingga ketika hati saya merasa tersakiti, kantung air mata itu mudah robek dan mengeluarkan air nya. Maka saya lebih baik menghindar. Memilih untuk menerima. Tidak pernah berusaha menjadi berani sekadar untuk menghadapi. Saya.. si cengeng.. dan penakut.

Lucu, karena baru beberapa hari yang lalu saya menulis tentang orang-orang yang menyedihkan, lalu kini saya juga menjadi sama menyedihkannya, walau dalam konteks yang berbeda..




Foto dapat dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...