Senin, 12 Maret 2012

Butterfly in my stomach

- Bertemu ibu (checked)
- Bertemu adik-adik (checked)
- Bertemu Ai (checked)
- Bertemu teman lama (checked)
...


Beberapa hal yang sempat menggelayut manja di pikiran saya selama beberapa waktu ini sedikit demi sedikit terobati. Setidaknya, meski tidak sepenuhnya sembuh, saya merasakan geli itu di perut saya. Seperti jatuh cinta, orang barat akan menyebutnya butefly in a stomach. Ya.. saya cukup senang. Rindu perlahan ditepis oleh pertemuan, dan bukan hanya angan semata.

Ibu dengan masalahnya yang masih juga belum beres, tapi tetap berusaha untuk tegar dan bersikap seolah semua baik saja. Malah ada beberapa perabotan baru terpasang di rumah itu semenjak saya tidak tinggal disana lagi. Berita terakhir mengenai penipuan yang dialami ibu, perlahan diperbaiki. Ibu sepertinya memang tidak bisa selalu hanya mengawasi. Saya, dulu yang mengawasi ibu, jika ibu terlalu sibuk mengatur ini itu keperluan suaminya dan anak-anaknya. Tanpa saya, saya tahu pasti bahwa ibu kesepian, terlebih bila ia harus tidur sendiri di kamarnya bila suaminya itu memilih hiburan memancing selama dua hari.

Adik-adik saya.. percakapan kami kurang baik. Terlalu biasa untuk tidak pernah berbagi masalah pribadi karena saya yang terbiasa tertutup dan diam bila di rumah itu. Tapi mereka sehat. Si kecil malah sedang menambah pusing ibu dengan biaya kuliahnya yang selangit. Mungkin belum ada kesadarannya untuk menyisihkan penghasilan sampingan yang dilakukannya selagi kuliah untuk sekadar meringankan biaya kuliahnya yang meninggi. Bahkan pendidikan negeri saat ini hampir menyamai pendidikan swasta. Saya sudah tidak tahu lagi apa yang lebih dari geleng-geleng kepala untuk menyikapi keadaan ini.

Adik saya yang pertama masih berjuang untuk meniti karir. Masih keukeuh hanya mau menjadi pengajar. Padahal potensi sebagai lulusan sarjana pendidikan bahasa inggris tidak harus selalu menjadi pengajar di sekolah-sekolah maupun tempat kursus, bukan? Saya hanya bisa memaklumi, wataknya lebih keras dari saya. Kesadaran untuk meringankan beban ibu juga masih harus berkembang lebih lagi.

Ai baik-baik saja, semakin menghitam dan kurus. Tapi tetap pintar. Jika tinggal bersama ibunya di Binong, anak itu memang jadi seperti kurang terurus. Tapi otak cemerlangnya tidak pernah berkurang. Ia tetap saja cepat belajar dan binar bundar matanya tak pernah redup.

Lalu saat saya dalam perjalanan bertemu teman lama saat masih bekerja di kantor saya yang lama, saya tanpa sengaja bertemu dengan teman saya. Ia yang saya anggap sebagai kakak saya. Hari itu walau perut saya sedang sakit karena datang bulan, saya sedikit bisa melupakan sakit saya karena bertemu dengannya. Jadi ingat tentang tulisan saya mengenai kelompok Ijo semangka yang dulu sering menghiasi hari-hari saya. Saya merindukan mereka, tapi bertemu salah satunya saja cukup untuk saya. Setidaknya sekarang-sekarang ini. Semua pasti akan terjadi walau perlahan bukan?

Saya mau bilang bahwa saya tidak merasa bahagia secara keseluruhan, tapi saya merasakan sedikit degup bahagia itu. Karena saya ingin bahagia, dan saya akan membuat diri saya bahagia, walau dalam keadaan apapun. Meski hati ini masih juga belum bisa menerima ia yang kini berstatus suami ibu. Meski saya harus menekan semua perasaan tidak enak saya ketika berkunjung ke rumah kakak suami ibu yang saat ini masih menjadi tempat tinggal ibu dan adik-adik saya. Saya harus bisa menekan perasaan sakit itu. Bila saya mau bahagia.

Percayalah, ini bukan soal apakah saya sudah memaafkannya atau belum, saya tidak perlu berkutat dengan perasaan kuasa itu. Yang penting saya menguasai perasaan saya, melindungi bagian hati saya yang retak ini sebaik-baiknya agar retakannya tidak sampai menjalar kemana-mana. Asal tidak sampai hancur.

Bismillaahirrahmaanirrahiiim...


Gambar dari sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...